Langsung ke konten utama

Hilang Ponsel

Teman curhat di fesbuk, ponselnya hilang. Tidak ia sebutkan hilang di mana dan sebab apa. Biasanya sih alternatifnya tertinggal di rumah makan, masjid, toilet, atau pun tempat lain. Kalau tidak, ya, terjatuh dari saku celana.

Saya punya kebiasaan mengantongi ponsel di saku belakang celana sebelah kiri. Sering saya terkaget-kaget ketika sedang naik motor kok ponsel seperti tidak terasa ada di saku, saya pun meraba memastikannya.

Ponsel yang hilang, sebab apa pun, tidak akan kembali ke pangkuan. Berharap sememelas bagaimana pun dengan menjanjikan imbalan sejumlah berapa pun, tidak akan ada yang sudi mengembalikannya.

Bukan berarti orang yang menemukannya tidak punya niat baik untuk mengembalikan, melainkan seperti sudah hukum alam atau kodrat semesta, menemukan ponsel sama dengan menemukan durian runtuh.

Saya mah sudah duluan mengalami nasib malang seperti teman itu, dua kali pula. Beruntung, masih model telepon genggam jadul. Kedua-duanya merek NOKIA, merek telepon legendaris yang kini tinggal kenangan.

Ketika telepon jadul itu hilang, otomatis simcard ikut raib yang berarti nomor kontak di dalamnya lenyap. Tetapi, masih beruntung, di era telepon jadul itu, kita bisa meregistrasi simcard berapa kali pun sesuka kita penginnya. 

Di era ponsel sekarang, niscaya bakal celaka 12 bila mengalami kehilangan ponsel. Karena selain ponselnya, simcard ikut melayang. Bahkan apa pun yang tersimpan di gallery dan memori ponsel bisa-bisa disalahgunakan.

Kalau sekadar masalah nomor kontak masih bisa diselamatkan jika penyimpanannya dititipkan sama Mbah Google. Nomor yang kita pakai pun masih bisa diurus di operator seluler yang mengeluarkannya.

Masalahnya, urusannya ribet, Bro. Kita harus lapor polisi minta surat keterangan kehilangan. Berbekal surat kehilangan itu, kita minta operator memblokir simcard yang hilang dan minta simcard pengganti.

Terus terang, hilang ponsel lebih nyakit ketimbang hilang sandal di masjid. Ah, mungkin ada yang salah pakai. Paling nanti nongol lagi. Hilang sandal kita masih bisa pulang nyeker dan tinggal beli sandal baru.

Ketika kita membeli ponsel baru dan e-mail kita dimasukkan saat melakukan koneksi ke akun Google, maka semua akun media sosial yang kita miliki dengan sendirinya akan mudah kita akses. Kuncinya e-mail.

Karena itu, password e-mail dan password akun media sosial jangan sampai tidak ingat. Satu hal lagi yang penting, yaitu selalu mengganti password di akun media sosial. Kegunaannya sebagai tindakan antisipasi.

Yang namanya hacker berkeliaran di luar sana. Teman fesbuk di Solo menyampaikan maklumat bahwa ada akun fesbuk baru menggunakan nama sekaligus foto dirinya. Padahal, akun fesbuknya cuma sebiji-bijinya.

Karena itu, pesannya, jika ada yang meminta pertemanan harap abaikan. “Karena itu bukan dari saya,” tegasnya. Benar saja, setelah saya periksa di fesbuk saya, memang ada permintaan pertemanan. Seolah darinya.

Sesuai amanatnya, saya bengkalaikan permintaan pertemanan itu. Saya pikir, jangankan nambah teman baru, wong teman lama saja apa aktivitas mereka jarang saya ketahui saking jarangnya saya buka fesbuk.

Tidak terkira anehnya saya, sepanjang satu tahun lebih, fesbuk saya log out. Ketika dibuka, terbaca tulisan innalillahi wainna ilaihi roji’un, satu teman berpulang. Sesudahnya, kembali pintu saya tutup dan kunci. Duh!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...