Langsung ke konten utama

Menulis (Mengetik) Alamat

Semenjak begitu mudah menemukan rental komputer berikut printer, kebiasaan menulis pakai tangan perlahan ditinggalkan. Tidak ada lagi anak SMP dan SMA membuat tugas dengan menulis tangan di kertas folio bergaris berlembar-lembar, melelahkan dan sebal.

Bahkan murid SD pun ikut tertular. Nah, kan. Apalagi kakak-kakak mahasiswa. Gerai-gerai fotokopi yang sekaligus merentalkan komputer, tidak ada yang sepi pengunjung. Selalu ada mahasiswa suntuk di depan layar PC, kalau bukan skripsi tentu sekadar paper. Katakanlah tugas gitu.

Jadi, yang namanya kemudahan, meski harus ribet pun, akan orang tempuh. Meski rental komputer jauh dari indekosnya, mahasiswa akan tetap mendatangi demi menyelesaikan tugas dengan mudah. Meski harus naik ojek online, berpanasan atau kehujanan sekalipun.

Begitu pun saya, ketika hendak mengirim paket untuk anak di Jaksel, saya ngacir ke gerai fotokopi ‘numpang’ ngetik dan ngeprint alamat. Tinggal ditempel di paket lalu ditimpa dengan lakban bening, selesai urusan. Tulisan tangan lama nggak dipakai jadi jelek soalnya.

Kamis lalu saya maketin kamera jadul merek Canon yang masih pakai klise (negatif film). Ogah ribet nulis alamat pakai tangan yang sering jelek banget hasilnya, saya ngacir ke gerai fotokopi, ngetik lalu diprint, jadi deh. Lebih praktis dan simpel, rapi lagi kelihatannya.

Tentang bagaimana supaya kamera aman, saya diberkahi inspirasi. Yaitu ngemulin kamera dengan busa spon untuk cuci piring. Semula saya hanya beli dua ternyata kurang. Saya keliling perumahan guna menyatroni warung yang jual perkakas rumah tangga.

Saya belikan lagi tiga lalu saya kemulkan ke body kamera. Selanjutnya saya balut dengan plastik bubble wrap dan dilakban. Baru kemudian masuk kotak kardus yang saya setting seukuran kamera. Kembali membalutnya dengan bubble wrap. Tempelkan alamat lalu dilakban.

Entah mengapa anak tetiba minta kamera jadul itu dipaketkan. Sepertinya ia ketemu komunitas sesama penghobi fotografi. Setahu saya, Gading Marten masih hobi menggunakan kamera pake film itu buat hunting foto. Penghobi fotografi tentu paham apa sebabnya.

Menurut pengakuan Gading, ia lebih suka memandangi foto ketimbang lukisan. Ditambah 'diracuni' Tompi, ia pun tak main-main dalam menggeluti dunia fotografi. Ia, akhirnya, sampai punya sembilan kamera berbagai tipe. Pakai film, digital, dan medium format. Luar biasa.

Kamera jadul yang saya paketkan, ini dibeli anak entah sengaja, entah tidak sewaktu kuliah di Jogja. Ia memang tergabung dalam komunitas "ciko ~ cinema komunikasi" (mahasiswa ilmu komunikasi) di kampusnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...