Langsung ke konten utama

Tarup Bocor

Rasanya masih gemetar badan. Terpaksa menerabas hujan deras pulang tahlilan tadi malam. Bapak-bapak yang di bawah tarup bubar kocar kacir karena tarup bocor. Bagai air di tempayan ditumpahkan, begitu perumpamaan hujan tadi malam, saking derasnya. Di mana kira-kira daerah yang dikepung banjir? Belum ada kabar.

Samsu --sampai subuh. Ya, hujan deras tadi malam memang sempat reda tipis-tipis, tidak benar-benar berhenti total, tapi tetap turun kitis-kitis atau ricih-ricih sampai subuh. Ketika dibangunkan alarm dan saat keluar rumah hendak ke masjid, hujan ricih-ricih itu menyuruh siapa pun yang hendak ke masjid, pakai payung. 

Genangan air di jalan depan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek, tadi malam (prioritastv.com)

Rasanya mustahil tak ada banjir. Sebagaimana kegalibannya, kota Tapis Berseri akan dilanda banjir di beberapa titik wilayah yang rawan banjir tatkala hujan deras melanda. Hujan seperti tadi malam yang super deras atau setipe dengan itu, tentulah akan memicu terjadinya banjir di daerah (sebagai) pelanggan  banjir.

Kendati baru dua hari atau dua malam almarhum dikebumikan, tapi tahlilan tadi malam sudah dihitung malam ketiga (niga malam). Memang ada dua persepsi hitungan yang biasa diterapkan masyarakat. Di hari meninggal, bila wafat malam hari dan jenazah menginap untuk kemudian baru dimakamkan keesokan hari.

Itu sudah dihitung satu hari atau satu malam (bila langsung tahlilan, ada juga yang belum tahlilan). Ada juga persepsi tahlilan baru dihitung hari atau malam pertama pada hari pemakaman. Perkara hitung menghitung, persepsi yang mana yang dipakai, bukan pokok soal berkaitan tahlilan, melainkan hanya kebiasaan.

Yang jadi poko soal adalah maksud tahlilan diselenggarakan. Takziah tetangga dengan mengadakan tahlilan bermaksud untuk menghibur sahibul musibah dan mendoakan orang yang meninggal dunia. Mengenai suguhan yang disediakan sahibul musibah jangan dianggap memberatkan mereka, hal itu bagian dari sedekah.

Sedekah ahli musibah yang pahalanya dihadiahkan kepada yang meninggal dengan hantaran doa dari para pentakziah. Kalaupun ada sebagian kaum menganggap tahlilan adalah bid'ah, itu domain para ahli hadis, saya tidak hendak membantah dan tidak pula memperdebatkannya. Mendoakan si mayit bukankah hal yang baik.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...