Langsung ke konten utama

“Kuburan Prahistoris?”

 

“Tempat pembuangan sampah bagi orang hidup, suaka perlindungan bagi harta orang mati. Perpustakaan.”

“Di masa depan, perpustakaan tak ubahnya pekuburan prahistoris. Di sanalah kita bertemu dengan seorang gadis, dan sebelas buku yang menceritakan sejarah dengan cara masing-masing. Cerita dalam buku-buku itu sering terasa ganjil, kadang terasa begitu asing, kadang pula sebaliknya: terasa dekat, seperti kita tahu tentang apa sebetulnya cerita-cerita itu. Setiap buku menyajikan cerita yang sepenuhnya berlainan dari buku lain, tetapi kita—sebagaimana gadis itu—tahu bahwa ada satu hal yang menghubungkan sebelas buku itu. Selanjutnya, kita diajak tenggelam dalam dunia di luar buku yang tak kalah ganjil, asing, dan dekat.”

.....


Begitulah yang tertulis di sampul belakang buku “Tiga Dalam Kayu”, sebuah novel untuk usia 18+ karya Ziggy Zezsyazeovennazabrizkie yang sekilas saya baca di Gramedia, Kamis (13/2/2024). Penulis asal Lampung ini telah menulis lebih 30 judul buku. Salah satunya, ya, yang menceritakan seorang gadis, buku, dan perpustakaan ini.

Sewaktu singgah di Jakarta akhir awal November 2024 silam, saya ke Perpustakaan Nasional. Gedungnya yang megah di kawasan Medan Merdeka Selatan, itu selalu ramai pengunjung dari berbagai jenjang usia. Tidak hanya remaja dan dewasa, ada juga orang tua yang membawa anak balita mereka. Sekali-sekali piknik ke perpustakaan.

Menyaksikan pengunjung yang ramai begitu, saya beranggapan bahwa Perpustakaan Nasional RI telah menjadi alternatif pilihan tempat mengisi waktu luang di akhir pekan—bukan hanya bagi warga Jakarta saja—melainkan juga bagi warga bodetabek. Tampaknya, perpustakaan bukan tempat yang membosankan karena buku melulu.

Apalagi gedung jangkung itu menyajikan pemandangan kota Jakarta yang eksotis. Mengunjungi balkon lantai 24 Perpusnas jangan sampai dilewatkan. Diorama kota Jakarta bisa dinikmati dari ketinggian di situ. Monumen Nasional terlihat begitu gagah. Bagi yang membawa anak balita, ada zona khusus buku untuk anak di lantai 7.

Tapi, yang paling ramai pengunjungnya adalah lantai 21 dan 22. Di dua lantai itu seluruh koleksi buku ditampilkan secara terbuka dan lengkap dari beragam genre, baik fiksi maupun non-fiksi. Tampaknya apa yang ditulis Ziggy di novel “Tiga Dalam Kayu” bahwa perpustakaan tak ubahnya kuburan prahistoris, tidak berlaku bagi Perpustakaan Nasional.

     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...