Langsung ke konten utama

Kenangan Berharga

 

Porwanas XIV Kalimantan Selatan 2024 menjadi berkah tersendiri bagi para pelaku UMKM. Tampak orang berburu suvenir di gerai pedagang. (foto: hallobanua.com)

Ada dua even yang selalu dihadiri wartawan. Pertama, Pekan Olahraga Nasional (PON) dan kedua, Hari Per Nasional (HPN). Di luar itu memang ada even yang sifatnya peliputan semata. Ada juga pekan olahraga tingkat nasional yang dikhususkan bagi wartawan, namanya pekan olahraga wartawan nasional (Porwanas), diikuti oleh wartwan sesuai cabang olahraga yang mereka kuasai.

Pada even PON maupun HPN, teman wartawan yang diutus kantor, ketika kembali akan membawakan sedikit oleh-oleh untuk kita-kita di kantor. Yang lebih sering saya terima berupa kaos bertuliskan PON atau HPN dan kota tempat diselenggarakan berikut logo tema dari kedua kegiatan tersebut. Tentu saja kita-kita yang diberi oleh-oleh sangat bersukacita menerima pemberian itu.

Saya masih merawat kaos dari HPN di Maluku tahun 2017 dan Sumatra Barat bergambar rumah gadang dan bertuliskan Minangkabau tahun 2018. Setelah itu karena koran cetak bersalin wajah menjadi media online dan kawan yang biasa membawakan oleh-oleh sudah berganti haluan, dengan sendirinya sudah tidak ada lagi suvenir dari even tahunan itu bisa menambah koleksi saya.

Yang bisa dipetik dari perjalanan kawan mengikuti even tahunan bagi wartawan, bukan masalah suvenir yang mereka berikan, melainkan cerita yang menambah pengalaman baru dalam hidup. Berbagi cerita adalah sisi lain dari membuat cerita sendiri. Setiap orang memiliki cerita dari perjalanan, tapi tidak semua orang mampu menceritakannya. Cerita itu menjadi kenangan berharga. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...