Langsung ke konten utama

One Day One Juz

Ilustrasi ODOJ, image source: Bukukita.com

Sya’ban telah sampai stasiun tujuan, selanjutnya pintu Ramadan dibuka. Orang-orang yang beriman dipersilakan masuk ke dalam gerbong siyam berangkat menuju tangga makrifat paling tinggi, derajat takwa sebagai buah manis ritual puasa yang diwajibkan pada orang beriman.

Aroma Ramadan kian mewangi. Oke, kita sepakati kalau memang begitu narasinya. Tapi, saya lebih suka menyebutnya “Gema Ramadan” karena pada hari-hari sepanjang bulan Ramadan sejak subuh hingga subuh lagi, lantunan ayat-ayat Alquran menggema di mana-mana.

Tidak harus di masjid, di rumah-rumah tangga dengan berbagai status dan strata sosial, ada saja bibir-bibir yang kering karena menhana haus dan lapar, dibasahi dengan lantunan ayat suci. Ada yang sekadar baca, ada yang memang pakai target one day one juz, satu bulan khatam.

Saya pribadi, seperti yang sudah-sudah, satu bula Ramadan mampu khatam Alquran satu setengah kali. Artinya, pertengahan atau dua per tiga Ramadan khatam kemudian mengulang lagi baca dari awal, keburu tiba lebaran belum khatam, dilanjutkan kembali setelah habis lebaran.

One day one juz ditargetkan siapa pun yang pengin memanfaatkan momen Ramadan seoptimal mungkin dalam mendaras kitab suci Alquran. One juz bisa dikhatamkan satu hari, dibaca bakda subuh setengah juz dan bakda magrib setengah juz. Atau paling molor khatam dua hari.

Jadi, pada dasarnya memenuhi target one day one juz itu sebenarnya tidak terlampau berat –kalau tidak mau dikatakan mudah. Saya pribadi, setiap hari mempraktikkan membaca Alquran bakda subuh setengah juz dan bakda magrib setengah tersebut sehingga satu bulan khatam.

Lebih-lebih ketika pada WAG HuManIs (Alumni HMI Komisariat AMP YKPN), ada tugas setor bacaan Alquran one week one juz. Karena pada praktiknya saya one day one juz, maka bisa dikatakan mudah bagi saya untuk menyetor bacaan, tidak harus menunggu one week terlebih dahulu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...