Langsung ke konten utama

Hasan

Ilustrasi, sumber gambar: pinterest

Hasan adalah nama salah satu cucu Nabi Muhammad SAW yang oleh banyak orang tua dipakai sebagai nama anak. Ada hanya Hasan thok, ada pula dengan tambahan nama lainnya sehingga menjadi dua atau tiga suku kata.

Ada yang menyertakan nama Rasulullah SAW sendiri sebagai penambah sehingga menjadi Muhammad Hasan. Alasan memakai nama cucu Nabi SAW, harapan orang tua tentu bertujuan baik. Misalnya, agar memiliki karakter bagus.

Namun, tidak sepenuhnya dijamin hasilnya bagus atau baik. Ada saja Hasan tertentu, karakternya justru di luar seperti apa yang tergambar dalam diri Hasan yang cucu Nabi SAW. Ini menciderai nama baik cucu Nabi SAW.

Saya jadi teringat teman kuliah di Jogja. Namanya Hasan, padahal Tionghoa. Entah bagaimana kisahnya kok bapaknya tega menciderai nama baik Hasan sebagai cucu Nabi SAW. Iseng atau sengaja melekatkan nama itu pada anaknya.

Mungkin berkaca pada Mohammad "Bob" Hasan (The Kian Seng), pengusaha keturunan Tionghoa-Indonesia kroni Soeharto, membuatnya diangkat menjadi menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Pembangunan VI tahun 1998.

Begitulah. Saking populernya nama Hasan cucu Nabi SAW, banyak orang-orang tersohor dari budayawan sampai ulama, diberi nama Hasan oleh orang tuanya. Apalagi sekadar orang biasa bahkan orang cina seperti teman kuliah di atas.

Hasan Al-Bana, Hasan Basyri, Hasan Tiro, dan Hasan-hasan lainnya bisa kita ulik sejarah hidup, kiprah, dan peran sertanya dalam kemajuan agama dan perjuangan meraih kemerdekaan dari penjajahan yang tidak manusiawi.

Demikian juga yang sekadar bernama Hasan, tapi ketika diberi pencerahan tidak mau terima, juga ada orangnya. Namanya juga era kebebasan berekspresi, membuat orang berekspresi dalam hal saring sebelum sharing, bebas tanpa batas.

Subuh pagi tadi subuh yang sejuk untuk masa pergantian musim dari kemarau ke penghujan. Kemarau kerukunan hidup antarjemaah masjid hendaknya disiram kesejukan hubungan yang harmonis. Salaman sesudah salam, kuncinya.

Ya, tradisi bersalaman antarjemaaah setelah salam di akhir tasahud, menjadi kait pengikat kuatnya ukhuwah islamiyah sesama jemaah. Jemaah pun mengulurkan tangan bersalaman ke belakang. Salam pun bersambut. Harmonis.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...