Langsung ke konten utama

Daya Pukau Jakarta

Beginilah penampakan polusi udara di langit Jakarta (saya potret dari lantai 6 Swiss-belinn Hotel).

"Berangkat pagi ketiban macet, berangkat agak siang ketimpa panas. Pulang cepat kejebak macet, pulang agak malam kelewat capai." Begitulah para penglaju di Jakarta. Serbasalah kan jadinya. Terus bagaimana?

Anak sekolah pun sama, dibelit persoalan ruang dan waktu. Yang sekolahnya jauh dari tempat tinggal harus pagi buta berangkat dan sudah gelap malam baru pulang ke rumah dalam balutan lelah, tentunya.

Yang miris, orang tua muda (penglaju) dari botabek meninggalkan rumah menuju kantor di Jakarta saat anak-anak mereka masih dibuai mimpi dan pulang kerja ketika anak-anak mereka sudah bobo kembali.

Pagi tadi, saya akhirnya melihat sendiri warna langit Jakarta abu-abu diselubungi polusi kiriman PLTU yang mengepung Jakarta. Sekilas tak jauh beda dengan kabut embun pagi yang suatu waktu terjadi di BKP.

Betapa tidak signifikannya menjadi warga Jakarta. Sepintas terdengar keren. Padahal, faktanya udara begitu buruk, air baku terasa payau dan asin, macet jadi momok, dan keserbasalahan yang amat absurd.

Meskipun demikian, aneh tapi nyata, daya pukau Jakarta bak mutiara terpajang di etalase, bikin ngiler siapa yang melihat. Pendatang menyerbu memburu peruntungan. Loker banyak, beda dengan kota lain.

UMR yang tinggi menggiurkan. Mereka yang punya skill terbatas sekalipun tidak pernah merasa takut menaklukkan Jakarta. Memiliki keinginan, itu lebih dari modal yang cukup, hal yang penting bahkan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...