Langsung ke konten utama

UMR Disunat Tapera


Curhat tetangga yang akan ganti plafon kamar karena mulai gripis setelah terpapar rembesan air dari atap yang bocor, ia belanja bahan habis 8 ratus ribu lebih. Sudah komplet dari kayu kasau, triplek, cat, paku, dan bahan penambal atap bocor. Di luar upah tukang.

Sebenarnya yang perlu diteliti adalah sumber bocor itu baru kemudian plafon. Plafon gripis karena terkena air terus di kala musim hujan. Atap bocor adalah sebab sementara plafon gripis adalah akibat. Jadi, yang harusnya didiagnosa penyebab, bukanlah akibatnya.

Setelah diketahui penyebabnya, itulah yang harus ditangani bukan mengobati plafon gripis sebagai akibat. Harusnya begitu SOP yang benar, tetapi seperti halnya dalam menyembuhkan suatu penyakit, yang diobati bukan penyebabnya, melainkan akibatnya.

Yang saya tangkap dari curhat tetangga adalah besaran dana yang keluar buat beli bahan. Nah, bagaimana curhat Gen Z yang nggak kebeli rumah karena mahalnya harga rumah sementara gaji UMR.

Sialnya, gaji UMR itu disunat Tapera. Sudah terpotong biaya hidup sehari-hari kian tipis malah mau diiris lagi buat bayar Tapera. Akankah terjadi saldo tabungan Gen Z dari transferan kasir perusahaan setipis ATM?

Gen Z bergaji UMR disunat Tapera masih mending. Apa kabar 10 juta Gen Z yang tidak punya kegiatan (sekolah tidak, bekerja pun tidak)? Apa tidak Gen Z ini yang mestinya menjadi fokus pemikiran pemerintah?

Menyediakan lapangan kerja buat mengentaskan 10 juta Gen Z menganggur daripada memikirkan sunat gaji UMR buat Tapera mereka yang sudah kekerja. Tetapi, begitulah, jalan gampang itu yang ditempuh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...