Langsung ke konten utama

Silent Killer

Awan putih memayungi Gunung Betung di kejauhan, dilihat dari jendela RS Pertamina Bintang Amin.

“Kaki bengkak merupakan kondisi yang dapat terjadi karena berbagai gangguan kesehatan, seperti infeksi, gangguan limfatik, ginjal, hati, hingga jantung.” Begitu yang saya baca di situs web siloamhospital.com (8/5/2024).

Masih menurut situs di atas, “Kaki bengkak karena penyakit jantung terjadi karena darah tak dapat mengalir ke jantung dengan optimal sehingga terjadi penumpukan cairan pada kaki yang merupakan titik terendah tubuh.”

Kaki bengkak itu yang terjadi pada imam masjid kami yang akhirnya beliau wafat dua pekan setelah Idulfitri 1444 H. Tanpa disadari, kaki bengkak adalah pertanda komplikasi dari beberapa penyakit dalam tubuh.

Penyakit jantung merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang dikategorikan silent killer. Perkembangan terakhir pembunuh nomor satu adalah penyakit stroke yang kian banyak dialami orang berusia produktif.

Bengkak (edema) yang terjadi pada kaki imam masjid tersebut akibat penumpukan cairan berlebih. Hal itu merupakan gejala serius, seperti gagal jantung. Lantas, apa penyebab kaki bengkak karena penyakit jantung?

Masih mengutip siloamhospital.com, “Penyakit jantung merupakan kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan organ jantung dalam memompa darah secara optimal sehingga darah kembali ke dalam pembuluh darah.

Aliran darah yang tidak lancar pada pembuluh darah menyebabkan cairan merembes keluar pembuluh darah ke jaringan tubuh sekitar sehingga akhirnya menyebabkan terjadinya pembengkakan pada bagian tubuh tertentu.”

Maka, bisa jadi bengkak kaki disebabkan penyakit jantung. Namun, untuk memastikan jawaban benar atau tidak, diagnosis melalui general check up yang dapat memberikan hasil yang akurat dan bisa memupus spekulasi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...