Langsung ke konten utama

Bingkisan Sederhana

Di belakang rumah, ada dua ibu single parent. Yang satu, kedua anaknya sudah mapan setelah berumah tangga dan lulus tes P3K (guru outsourcing). Satu lagi, tidak seberapa beruntung dibanding satunya. Buruh cuci, anaknya jobless.

Kepada keduanya, setiap mau hari raya idulfitri kami beri bingkisan lebaran penggembira. Kemarin istri sudah siapkan lima paket bingkisan sederhana. Satu paket untuk single parent lain di RT sebelah. Juga hidup menjanda.

Satu paket untuk ”kerabat-jauh” istri. Satu paket buat petugas sokli (petugas pengumpul sampah rumah tangga) yang biasa dipanggil ”mamang sampah” oleh warga. Rutin keliling mengambil sampah warga setiap dua hari sekali.

Isi paket bingkisan lebaran sederhana itu adalah, minyak goreng 1 liter, gula pasir 1 kg, tepung terigu 1 kg, mie celor 1 kemasan 250 gram, teh celup 1 kotak, sirup, Fanta, Sprite. Di masa Covid-19 yang lalu pun tetap memberikan bingkisan.

Isinya mungkin tidak begitu mewah, tetapi setiap menerima bingkisan itu mereka tampak sumringah. Kalau begitu, yang memberi juga sumringah. Saya percaya, rasa gembira timbul oleh hal-hal sederhana. Seperti memberi dan menerima.

Kegembiraan oleh hati yang senang, setelah satu bulan berpuasa akhirnya berkah, maghfiroh, dan itkum min-annaar yang Tuhan janjikan, hadir dalam kesederhanaan. Dalam silaturahim antartetangga yang saling menggembirakan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...