Langsung ke konten utama

Agen Properti

Pada foto ini hanya tiga banner yang tertangkap kamera, dua banner di kiri kanannya luput. (foto koleksi pribadi)

Sebenarnya media sosial yang ada saat ini cukup mendukung aktivitas bisnis para penggunanya. Sejak lama facebook, Twitter, Instagram digunakan sebagai toko online. Apalagi TikTok, waduh ramé bangét.

Sebelum ada TikTok for Bussiness, pengguna TikTok sudah melakukan penjualan secara live dan diserbu pembeli. Omzet penjualan meningkat signifikan. Otomatis cuan yang diraup melimpah ruah dong.

Namun, ternyata keberadaan agen properti masih dibutuhkan. Kebutuhan orang terhadap keberadaan agen properti dalam jual beli rumah atau apartemen, sudah sama seperti kebutuhan akan suplemen.

Sifatnya penting gak-penting, tetapi jadi kebutuhan. Suplemen tidak begitu dibutuhkan jika makanan yang dikonsumsi mengandung kecukupan gizi (vitamin dan mineral) yang dibutuhkan oleh tubuh.

Idealnya makanan yang dikonsumsi meng-cover kecukupan kalori, protein, lemak, zinc, serat. Intinya tidak melulu karbo, tetapi juga vitamin dan mineral. Semua itu ada pada lauk-pauk serta sayur-mayur.

Yang menarik, pada sebuah properti terpasang beberapa banner mencantumkan nama dan nomor kontak beberapa orang agen. Seperti rumah besar pada foto di atas, di pagarnya terpasang lima banner.

Tiap kali lewat saya hanya sekilas memperhatikan. Lama-lama kok gatal juga tangan buat menjepretkan kamera ponsel. Benar saja, kan bisa jadi ide bahan tulisan di blog KAMPUNG KATA ini. #ngabubuwrite.

Selagi saya memotret lewat seorang ibu. “Sudah murah banget kali itu, Pak, sudah lama soalnya,” seloroh si ibu. “Oh, ya, berapa, Bu,” pancing saya. “Gak tahu sih, coba tanya aja bank,” jawabnya lagi.

“Oh, bank, ya,” kilah saya. “Iya,” jawab si ibu singkat sambil berlalu masuk gang. Waduh, bank, pikir saya. Pantas aja gak laku-laku meski ada lima banner agen properti nyanggong di pagarnya sejak lama banget.

Yang menarik, rumahnya gede banget. Menurut si ibu yang lewat, halaman belakangnya luas banget. Nah, kenapa gak laku-laku? Karena tersangkut urusan bank, barangkali. Harganya mahal amat, bisa jadi.

Di era digital ini, mengiklankan produk atau jasa tidak lagi mengandalkan billboard, pamflet atau spanduk. Sekarang eranya iklan online (online advertisement) atau pemasaran online (online marketing). Begitu.

Billboard, pamflet, dan spanduk adalah medium yang dipergunakan dalam konsep pemasaran secara offline. Sedangkan konsep pemasaran secara online, mediumnya internet termasuk nomor WhatsApp.

Banner yang terpasang di pagar rumah di atas, sepertinya memadukan dua medium pamasaran, offline dan online. Offline yaitu banner-nya, sedangkan online yaitu nomor WhatsApp, karena perlu internet.

Empat P marketing yang pernah saya pelajari adalah, P pertama Product (produk), P kedua Price (harga), P ketiga Place (tempat) —menyangkut juga distribusi, dan P keempat Promotions (promosi) —iklan, dll.

Tentang rumah yang dijual di atas, Product-nya tentu saja rumah, Place-nya alamat rumah, Price-nya akan diketahui setelah menghubungi nomor WhatsApp pada banner, Promotions-nya ya banner itu sendiri.

Para agen properti yang memasang banner pada pagar rumah di atas, bisa jadi memang mereka agen profesional atau bagian dari karyawan bank di mana rumah tersebut dijadikan sebagai barang agunan.

Tetapi, kalau menilik cirikhas identitas yang diusung masing-masing agen di banner, mereka membawa brand name agen properti profesional. Misalnya, Golden Star, One Property, Ray White, dan Invest Pro.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...