Langsung ke konten utama

Fase Waktu Semenjana

Pernah, entah tahun berapa, selama satu tahun nggak buka facebook. Saya log out. Nyaris aja lupa password. Kalaupun buka, ya, sekadar buka, lihatin apa aktivitas teman-teman. Apa yang mereka tulis, meng-tag siapa saja, dapat like berapa, dan dikasih comment apa aja.

Dahulu, selain di wall (beranda) ada ruang mengepos tulisan (status) dan foto di facebook. Namanya note (catatan). Ini tergantung bahasa apa yang digunakan di akun facebook (Inggris atau Indonesia). Jika pakai bahasa Inggris, maka muncul kata note. Namun, bila bahasa Indonesia, tentu kata catatan yang terbaca.

Saya menciptakan karakter Mat Bugu buat menemani karakter lain, seperti Pak ustaz, Pak RT, imam masjid, dll. mengelaborasinya jadi cerita satir tentang jemaah musiman sebuah masjid. Yaitu jemaah yang baru ke masjid di saat bulan Ramadan untuk salat Tarawih.

Entah kenapa, note dihilangkan oleh facebook. Sisa-sisa tulisan di note, di wall, dan foto kembali muncul setelah sekian tahun. Oleh facebook diberi opsi untuk di-share ulang sebagai kenangan. Jadi teringat lagi.

Ya, teringat pernah buat tulisan serius semacam esai arau sekadar cerita untuk sebuah peristiwa yang layak diabadikan. Atau sengaja berniat membagi bahagia kepada teman facebook agar mereka merasa terhibur.

Mungkin sekadar status biasa saja tanpa pretensi apa pun. Semacam membual, curhat, ekspresi perasaan. Itu banyak dilakukan orang-orang di facebook. Narsis?

Narsis atau bukan, perbedaannya hanya setipis kulit bawang. Anggap saja niatnya untuk membangun prasasti sejarah. Pernah melakukan apa, pernah berjalan ke mana, pernah kulineran di mana. Tulisan dan foto dari peristiwa-peristiwa menyejarah itu diunggah di laman facebook sebagai bagasi ingatan.

Selain note tentang Ramadan, pernah juga saya buat tulisan semacam esai. Selebihnya hanya membuat semacam tanda pada momen wedding anniversary, tiap 12 Juni. Kemarin anniversary kami yang ke-32.

Pada sebuah foto saat kami pulang dari menghadiri perayaan Hari Puisi Nasional di Teater Kecil TIM, 28--29 April 2025, saya menulis "sehat selalu kita" di atas fase waktu 1993--2025. Nah, itu hanyalah fase waktu semenjana. Fase waktu sejatinya adalah kurun waktu sejak 1993 hingga maut berpaut untuk memisahkan. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...