![]() |
Croping judul berita oleh pengguna facebook Himae Him tanpa mencantumkan situs web atau link berita. |
Di balik berita dugaan korupsi pada proyek pengadaan laptop senilai Rp9,9 Triliun terjadi di era menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, muncul postingan akun facebook atas nama Himae Him yang meng-share cropingan skrinsut berita berjudul "Nadiem Makarim Tegaskan uang pengadaan laptop sebesar 11 Triliun Bagi Dua sama Pak Jokowi Gibran saksinya di Solo" tanpa jelas situs beritanya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki kasus di Kementerian Pendidikan, Kebudayaa, Riset & Tekonologi selama masa kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, dugaan penyimpangan ini berlangsung antara tahun 2019 hingga 2023. Penanganan kasus ini berada di bawah tanggung jawab Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Penanganan kasus oleh Kejagung mulai bergulir sejak 20 Mei 2025. Gimana bisa terjadi penyimpangan dalam suatu proyek pengadaan? Mulanya dirancang kebijakan. Oleh siapa? Tentu saja oleh si pemangku kebijakan dalam hal kasus di atas adalah menteri. Hasil penyidikan awal oleh Kejagung, ditemukan ada indikasi persekongkolan dalam bentuk pengarahan khusus terhadap tim teknis. Lagi-lagi oleh menteri.
Kejagung menduga, tim teknis di kementerian diarahkan menyusun kajian untuk pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk laptop, dengan dalih untuk menunjang teknologi pendidikan. Hebatnya, narasi penggunaan Chromebook (laptop berbasis Chrome OS) yang dibangun secara terencana. Padahal, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook pada tahun 2019, diketahui perangkat tersebut hasilnya tidak optimal.
Ternyata uji coba terhadap laptop secanggih itu tidak berhasil optimal karena laptop tersebut berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama. Sewaktu Tifatul Sembiring menjabat menteri informasi dan komunikasi (menkominfo) melontarkan pernyataan kontroversial, "Internet cepat buat apa." Sontak Tifatul mendapat hujatan.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, apa yang dikatakan Tifatul ada benarnya. Internet di Indonesia tidak digunakan secara produktif, itu yang jadi dalih. Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya melakukan penelitian untuk membuktikan apa yang dikatakan Tifatul ada benarnya. Mereka menemukan sekitar 40 persen pengguna internet hanya menggunakan tujuan biasa dan tidak produktif.
Komentar
Posting Komentar