Langsung ke konten utama

Kendali Kendala

Tim jagal hewan qurban di masjid

Berkurban (menyembelih hewan qurban) di hari raya Iduladha, selain sebagai cara meneladani pengurbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, ada hal lain yang sering luput dari kesadaran, yaitu sebagai simbol ‘menyembelih’ ego yang bersarang dalam diri dan dipelihara sebagai sesuatu yang layak ditinggikan. Absurditas sebuah eksistensi.

Sembelihlah egomu agar kamu sadar bahwa betapa kecil dirimu di hadapan Rabb-mu. Nabi Ibrahim patuh dan taat terhadap perintah Rabb-nya untuk menyembelih putra terkasihnya, adalah manifestasi menundukkan ego atas kepemilikan terhadap putra yang lama ia tunggu kehadirannya, bagaimanapun sayangnya Ibrahim kepada Ismail.

Tentang berkurban, umat Nabi Muhammad SAW, kendati mesti menabung/iuran berjamaah, bisa mewujudkan qurban bersama-sama warga jiran tetangga. Ya, arisan qurban merupakan salah satu solusi terbaik untuk bisa berkurban. Solusi lain tentu saja menabung secara mandiri. Namun, sering kali terbentur kendala di luar kendali.

Kendala di luar kendali, itu misalnya banyaknya kebutuhan primer yang sulit dihindarkan untuk dipenuhi. Karena itu, qurban sebagai ‘kebutuhan sekunder’ (dalam tanda petik) masih dipandang sebagai sesuatu yang bisa dikesampingkan. Itulah alasan kenapa ada masjid yang hewan qurbannya hanya hitungan jari (di bawah lima ruas jari).

Memang, secara hukum fiqih, berkurban bagi umat muslim adalah sunnah muakadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Itu mungkin alasan ada yang mengesampingkannya. Lah, iya, wong yang wajib saja sering dilanggar apalagi yang sunnah. Tanpa disadari, setiap helai bulu hewan qurban memiliki pahala tersendiri. Itu yang luput dicamkan.

Karena Iduladha jatuh pada hari Jumat sebagai hari pendek, maka penyembelihan hewan qurban baru dilaksanakan kemarin, Sabtu. Ada memang sebahagian masjid –untuk mengambil afdalnya tetap menyembelihnya pada Jumat bakda salat Id. Meski pada akhirnya terpotong waktu salat Jumat baru beres sekitar waktu Asar --jelang magrib.

Sejak beberapa tahun berselang, satu RT di Blok perumahan kami, hewan qurban hasil arisan warga, mereka sembelih di RT-nya sendiri, tidak disatukan di masjid. Beragam alasan tentu sebagai penyebab mengapa begitu. Yang paling masuk akal adalah ketidakpercayaan terhadap kerja panitia dalam membagi-bagikan daging.

Kendati dibawa ke forum rapat pengurus masjid, keukeuh tetap dipotong di RT itulah. Akan tetapi, untuk tahun ini semua warga di Blok mendapat bagian daging secara merata semuanya. Sebuah kemajuan yang mengarah kepada kesatu-paduan warga dan jemaah masjid secara utuh, guyub, rukun, dan diselimuti kebersamaan rasa.

Dari 7 ekor sapi dan 5 ekor kambing yang disembelih di 2 lokasi (halaman masjid 3 ekor sapi dan lapangan RT dimaksud 4 ekor sapi), setelah ditetel-tetel, cincang-cincang, semua warga (muslim) di Blok perumahan kami tersenyum semringah mendapat daging 2 kantong kresek. 1 kantong dari masjid, 1 kantong dari RT sebelah.

Jazakumullah khoiron untuk bapak-bapak jagal qurban dan jazakunnallah khoiron untuk ibu-ibu penyuplai konsumsi (snack dan kopi) bapak-bapak panitia. Barakallah fiikum untuk kerja keras panitia penyelenggara ibadah qurban para pekurban tahun ini, semoga tahun depan lebih banyak yang pengin berkurban, baik mandiri maupun arisan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...