Langsung ke konten utama

Ernest Tutup X


Ilustrasi twitter become X (credit: Search Engine Journal)

Komika sekaligus sutradara Ernest Prakasa memutuskan untuk menghapus akun platform X (sebelumnya twitter) pada Minggu (8/6/2025), tak lama setelah ia mengkritisi pemberian hadiah jam tangan Rolex kepada para pemain Timnas Indonesia.

Turut senang untuk para pemain yang sudah berjuang. Tapi sebagai warga negara, seperti-nya wajar kalo gw bingung, katanya lagi peng-hematan, trus ini pake anggaran apa?” tulis Ernest dalam cuitan terakhirnya sebelum menutup akun.

Ernest menilai, pemberian jam tangan mewah patut dipertanyakan mengingat pemerintah sedang menggaungkan efisiensi anggaran. Ia menegaskan komentarnya disampaikan dalam kapasitas sebagai warga negara, bukan sebagai tokoh publik.

Sebelum menghapus akun X miliknya, Ernest Prakasa menyebut telah lama merasa lelah berada di platform tersebut. Melalui unggahan di Instagram Story, Ernest Prakasa mengung-kapkan bahwa keputusan ini sudah lama ia pikirkan.

Tapi baru direalisasikan setelah mempertanya-kan sumber anggaran hadiah mewah tersebut. Ia juga menyinggung perubahan suasana di X (twitter) yang menurutnya tidak lagi sama. “It was fun. But it's no longer what it used to be,” tulis Ernest.

Dalam unggahannya, Ernest menyebut dua nama lain yakni Raditya Dika dan Ferry Irwan-di, yang lebih dahulu meninggalkan platform tersebut. Ia juga menyatakan keputusannya dilandasi keinginan menjaga kesehatan mental dan emosional.

Tapi ya faktanya, makin ke sini, Twitter makin ke sono,” tulisnya. Ernest aktif di platform X (twitter) selama lebih dari satu dekade, dan kerap menggunakan akun tersebut untuk menyampaikan opini maupun berinteraksi dengan warganet.

***

Menanggapi cuitan akun @HabisNontonFilm, ada warganet berkomentar, “Aplikasi X sih gak ada masalah, yang ngeri tuh si penggunanya. Soalnya, beda pendapat dikit terus gak sekufu sama mereka bakalan dicaci maki, dihujat, dikata-katain.”

Tanggapan di atas memang ada benarnya. Akun @dramaruma, misalnya, menulis cuitan, “Sekarang di X (twitter) udah ngga bisa asbun, apa-apa diseriusin. Kontra dikit langsung kena mental. Buka twitter niatnya mau cari hiburan eh malah nambah pikiran.”

Apa pun dan bagaimana pun twitter (X) kekinian, aku tetap setia memelihara akun sekadar buat hiburan. Di balik toxic yang menjebak diam-diam, tetap ada sisi baiknya juga. Banyak info yang tidak muncul di platform lain, ada di twitter (X).

Mengapa orang bisa menganggap X toxic? Karena tidak bisa berkelit dari jebakannya. Apa yang dibacanya di twitter (X) dimasukkan ke dalam kepala (jadi pikiran) dan ke dalam hati (jadi perasaan). Akhirnya pening dan sakit hati. Yang salah siapa, coba.

Maka, seperti sudah beberapa kali aku tulis di blog ini, bahwa di twitter (X) ada yang asyik-asyik. Karena itu, kendati dianjurkan untuk mencoba yang premium, aku tak tergiur. Biar tak ada follower dikit, kan emang dibuka sekali-sekali.

Ada bahan tulisan di blog ini justru ide atau inspirasinya aku temukan di twitter (X). di awal-awal punya akun, memang aku sempat merasakan bagai masuk rimba yang buas. Apa yang aku cuitkan langsung diserbu warganet dengan cemooh.

Nah, jika ketemu warganet yang reaktif begitu, maka kuncinya diamkan saja. Ga usah diberi tanggapan balik, maka akan diam sendirinya juga. Jika ditanggapi balik, maka perang di dunia maya tak terhindarkan. Emosi terkuras. Di situ letak toxic-nya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...