Langsung ke konten utama

Koper(gi) Haji #2

Nenek Sumbuk berusia 109 tahun merupakan calon jemaah haji (CJH) tertua pada musim haji 2025 dari embarkasi JakartaBekasi. (foto: Kemenag RI)

Pada post blog tanggal 10 Mei 2025 berjudul “Calon Haji Tertua” dikisahkan, Sutiah binti Sunyoto warga Sidomulyo, Lampung Selatan, tercatat sebagai calon jemaah haji (CJH) tertua dengan usia 107 tahun. Ternyata masih ada yang lebih tua lagi dari beliau.

Adalah Nenek Sumbuk berusia 109 tahun, CJH asal Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dia naik haji ditemani oleh empat anggota keluarganya, yaitu anak, menantu, dan cucu. Nenek Sumbuk dan keluarga ini tergabung dalam embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS) kloter 33.

Nenek Sumbuk dan keluarganya masuk Asrama Haji Bekasi Jumat (16/5/2025), terbang ke Arab Saudi Sabtu (17/5/2025). Tidaklah banyak harapan Nenek Sumbuk dalam menjalankan ibadah haji. Cuma minta semoga hajinya diterima dan jadi haji yang mabrur.

“Doa saya semoga hajiku diterima oleh Gusti Allah SWT dan jadi haji yang mabrur,” ujar Sukmi, anaknya, menerjemahkan kalimat diucapkan Nenek Sumbuk dalam bahasa Jawa, saat ditemui Kumparan.com, Rabu (14/5). Permintaan yang sungguh sederhana.

Kisah Nenek Sumbuk bukan sekadar tentang usia yang menua, tapi tentang harapan yang tak pernah lelah untuk menunggu. Ia menjadi pengingat bahwa haji adalah panggilan hati, dan ketika panggilan itu datang, usia bukanlah batas. Bukan penghalang.

Benar belaka. Haji atau umrah itu bersandar pada panggilan. Telah jamak diujarkan orang. Yang jadi pertanyaan adalah panggilan siapa? Tak lain adalah panggilan dari Allah SWT. Jika Allah SWT belum berkenan memanggil, maka belum akan berangkat. 

Maka, kejadian koper tercecer yang sempat dialami sebagian calon jemaah haji, bukanlah persoalan besar ketika kehadiran diri yang papa sebagai tamu Allah SWT di Baitullah adalah nikmat terbesar yang tidak semua orang meraihnya meskipun mampu segalanya.

Kendati ada umur, keadaan fisik sehat dan kuat serta harta berlimpah (memiliki segala kemampuan), tetapi manakala tidak mendapat panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya, tentu tidak akan berangkat apalagi mengalami koper tercecer. Bersyukurlah koper(gi).

Koper(gi) yang jadi judul post blog berseri sejak edisi kemarin, adalah manifestasi dari rasa syukur, bahwa ibadah haji adalah ibadah yang berat dalam arti biaya dan kesiapan fisik. Bertahun dalam daftar tunggu baru ada kepastian, wujudnya kaupergi, bersyukurlah.

Koper(gi), tidak mengapa koper tercecer (sebentar), suami terpisah sementara. Sebab, ada yang dijadikan pelipur gundah, yaitu “kaupergi” ke Tanah Suci, Tanah Haram, menjadi tamunya Allah SWT dengan jamuan segala kenikmatan dan keberkahan yang diperoleh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...