Langsung ke konten utama

Penyakit Berinisial “X”

Instagram infipop.id

Lewat di wall IG, WHO mengimbau agar bersiap-siap menghadapi datangnya penyakit berinisial “X.” Kaget
dong? Tentu! Siapa yang nggak kaget. Nah, yang lebih mengagetkan lagi, di bulan Mei nanti kemungkinan akan ada penetapan status pandemi penyakit “X” ini.

Buset dah. Baru saja napas terasa lega sehabis pandemi Covid (2020—2022) dinyatakan selesai, kok pada bulan Mei 2024 nanti kita akan diringkus pandemi baru. Wah, siapkah? WHO menyatakan agar bersiap-siap. Maka, mau tidak-mau, ya, kita kudu siap. Gak bisa mengelak.

Kesiapan menghadapi penyakit berinisial “X” dibahas WHO dalam World Economic Forum (WEF). Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, serius menyoroti pentingnya bersiap menghadapi akan munculnya penyakit berinisial “X”.

Jika betul bakal ditetapkannya status pandemi bulan Mei nanti, maka tentunya WHO sangat mengharapkan adanya kesepakatan dari berbagai negara di dunia. Kesepakatan dibutuhkan agar semua bisa menjadikan pandemi sebagai musuh bersama, dihadapi bersama.

Ahli memperingatkan bahwa pandemi berinisial “X” disebut lebih mematikan dari Covid. Bah, gawat kali. Karena itu, ahli menekankan bahwa kesehatan primer adalah hal yang sangat penting ditekankan seperti yang dilihat dunia selama terjadinya pandemi Covid-19 lalu.

Dikatakan tingkat mematikan penyakit berinisial “X” ini 20 kali lebih banyak daripada Covid yang terjadi di 20202022 silam. Karena itu, Sekretaris Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, meminta keseriusan semua negara di dunia untuk bersama menghadapi.

”Karena ini adalah musuh bersama dan tanpa respons bersama, dimulai dari kesiapsiagaan... Maka, kita akan menghadapi masalah yang sama seperti Covid,” ujar Sekjen WHO. Ia sangat berharap negara-negara akan mencapai perjanjian pandemi pada bulan Mei 2024.

Ghebreyesus melanjutkan, jika generasi yang memiliki pengalaman langsung ini tidak bisa melakukannya, ia meragukan generasi berikutnya akan melakukannya. “Jadi demi anak cucu kita, kita harus mempersiapkan hal terbaik bagi masa depan mereka nanti,” ujarnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...