Langsung ke konten utama

Penuh Kejutan

Buket bunga hidup yang diterima istri dari anak-anak kelas IX-A, Rabu (31/1/2023). Buket bunga by: @Floristbyboo

Pelukan Berulang

Apa yang menghangatkan selain selimut? Berdiang di perapian barangkali lebih hangat. Tetapi, yang paling sederhana adalah berpelukan. Selain menghangatkan, pelukan bisa menghadirkan rasa nyaman. Di momen perpisahan dengan anak-anak didiknya semua, ada pertukaran pelukan atau dekapan antara istri saya dengan pelajar putri kelas IX-B, IX-C, dan IX-A, tiga hari berturut-turut sejak Senin (29/1) hingga Rabu (31/1).

Puaskah pelajar putri yang dipeluk itu? Tentu saja. Hadirkah perasaan nyaman pada mereka? Sangat iya. Tetapi, sepertinya ada di antara mereka yang merasa kurang puas. Karenanya, di hari terakhir istri sekolah, Rabu (31/1), pelajar putri yang meski sudah dipeluki hari Senin dan Selasa, balik menyambangi istri ke kantor Koperasi untuk minta kembali dipeluk dan bertangis-tangisan sampai sepuas-puasnya.

Pelukan berulang itu niscaya akan dikenang masing-masing, baik istri maupun pelajar putri didikannya. Lewat kehangatan berulang yang saling mereka alirkan melalui tubuh yang berdekapan erat, semoga rasa nyaman yang hadir akan menjadi kenangan terindah di antara mereka. Semoga hangat dan nyaman yang diberikannya kepada pelajar putri itu jadi legacy yang cukup berharga sebagai peninggalan terakhir.

Berfoto dengan anak-anak kelas IX-A

Kesedihan Menjalar

Dari ruang kelas, kesedihan yang dirasakan anak-anak didiknya (kelas IX-B, IX-C, dan IX-A), menjalar ke ruang guru di hari terakhir (Rabu, 31/1) istri bersama mereka. Tidak mau kalah dengan anak-anak didiknya, kolega guru juga mengekspresikan kesedihan sebab akan berpisah dengannya. Tangis-tangisan pun tak bisa dihindarkan. Saling memeluk juga dengan sendirinya terjadi secara spontan, alamiah, naluriah.

Jika diukur sejak pindah tugas dari Pugung Penengahan ke SMPN 28 tahun 2000, maka lebih kurang 23 tahun kebersamaan mereka dibukukan di “catatan langit”. Dari KS Ibu Nyimas Nelly hingga berganti beberapa KS selanjutnya, mudah-mudahan tidak pernah ada konflik di antara mereka. Dengan berbagai ragam dinamika kebersamaan, saatnya akan berpisah adalah niscaya. Akan sampai pada waktunya secara bergilir, dialami siapa pun.

Kesedihan menjalar akan berulang silih berganti sesuai giliran masing-masing. Tidak ada teman abadi dan musuh abadi. Yang ada niat yang sama, mengabdi pada nusa dan bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Yang ada adalah merasakan bersama gonta-ganti kurikulum, dihadapkan pada keruwetan yang sama. Tetapi, atas nama kebersamaan, betapa pun sulit tantangan dicoba ditanggulangi bersama-sama.

Buket bunga dari anak & mantu

Surprise Mengejutkan  

Beruntung istri ini pensiun di masa pembelajaran sudah kembali pada kondisi normal, tidak terkira kalau masih pada kondisi pandemi Covid-19. Coba bayangkan guru-guru yang pensiun saat Covid dahulu, tentu tidak tahu rasanya betapa hangat dan nyaman berpelukan dengan pelajar putri dan kolega guru perempuan. Juga tidak akan mendapat surprise dari anak-anak didik berupa buket bunga dan barangkali juga kue.

Ya, namanya juga masa pandemi. Covid-19 lagi, jangankan berpelukan, yang ada disuruh jaga jarak. Pada saatnya sekolah kembali normal, anak-anak kehilangan guru yang tidak muncul lagi karena pensiun. Lain cerita karena kondisi normal sudah kembali, guru pensiun adalah momen penuh kejutan. Ada peluk hangat, ada tangisan haru dari anak-anak dan kolega guru, ada nuansa yang tiada tepermanai.

Surprise mengejutkan diterima istri dari anak lelakinya yang baru saja menikah awal bulan lalu. Abi bersama istrinya Wida memberi bingkisan buket bunga yang ada hiasan gulungan uang. Pesan mereka, “Untuk bekal ibu jalan-jalan ke Bandung.” Terima kasih, ya, anak mantu sudah memberi perhatian untuk kebahagiaan ibu kalian. Terima kasih untuk vendor buket bunga yang kurirnya hujan-hujanan mengantar ke rumah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...