Langsung ke konten utama

“Pengangguran Baru”

77 ribu lebih karyawan jadi "pengangguran baru" pasca-terkena PHK.

Ini data menurut catatan Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang tahun 2024, jumlah pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 77.965 orang. Angka ini melonjak 20,21% dibandingkan tahun 2023 sebanyak 64.855 orang. Angka tersebut didapat Kemenaker berdasarkan yang dilaporkan.

Nah, bagaimana kasus PHK yang tidak dilaporkan, misalnya dari perusahaan berskala menengah, kecil, dan industri rumah tangga. Artinya, angka PHK yang terjadi secara riil di lapangan bisa lebih besar dari yang dilaporkan dan dicatat oleh Kemenaker. Angka pengangguran bisa lebih tinggi jumlahnya.

Berkat standard pencatatan yang terpusat di “satudata” Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah pekerja yang terkena PHK paling banyak ada di wilayah Jakarta, dengan porsi mencapai 21,91% dari total nasional. Ada 2 provinsi yang melaporkan tak ada PHK sepanjang tahun 2024, Papua Barat dan Papua.

Sedangkan kasus PHK tertinggi ada 3 provinsi. Pertama, Provinsi Jakarta jumlah PHK 608,04% melonjak menjadi 17.085 orang, dibandingkan tahun 2023 yang tercatat 2.413 orang. Kedua, Jawa Tengah, tahun 2024 korban PHK 3.130 orang naik 39,06% dibandingkan 2023 sebanyak 9.435 orang pekerja.

Kemudian urutan ketiga, ada provinsi Banten yang melaporkan jumlah pekerja terkena PHK tahun 2024 mencapai 13.042 orang. Angka ini melonjak 17,07% dibandingkan korban PHK tahun 2023 sebanyak 11.140 orang. Hanya provinsi Jawa Barat yang melaporkan adanya penurunan jumlah pekerja terkena PHK.

PHK di Jawa Barat tahun 2024 sebanyak 10.661 orang, menyusut 44,52% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 19.217 orang. Padahal, di tahun 2023 lalu, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pekerja terkena PHK tertinggi. Disusul Banten di posisi kedua. Kemudian ada Jawa Tengah di posisi ketiga.

Kondisi perekonomian di dalam negeri yang tidak menentu sebagai imbas perekonomian global, banyak industri manufaktur gulung tikar. Sudah berapa pabrik tekstil tutup, pekerjanya dirumahkan dan menyandang status sebagai “pengangguran baru” beberapa waktu sebelum mendapat pekerjaan lagi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...