Langsung ke konten utama

Serampai Kata

Serampai Kata Blambangan

Antologi pertama pembuka cakrawala 2025. "Pelan-pelan saja," kata Widy Soediro Nichlany, vokalis band Viera. Ya, pelan-pelan semoga akan ada yang menyusul di belakangnya. Niscaya tahun ini akan banyak even kepenulisan yang muncul.

Buku ini tiba di teras rumah kami pada Kamis, 2 Januari 2025 pukul 11:59. Dua puisi yang saya kirim dimuat semua, pun pengirim puisi lainnya, dua puisi mereka masuk antologi ini semua. "Serampai Kata Blambangan" begitu nama yang tersemat di sampul.

Memuat puisi bahasa Indonesia dan gurit bahasa Using/Osing (bahasa suku asli di Banyuwangi) ada di desa wisata Osing, Kemiren. Ada 59 penyumbang puisi dan gurit yang terhimpun di dalam antologi ini, terdiri pelajar, penyair, penggurit, guru, dan dosen.

Launching buku Serampai Kata Blambangan di kafe Nidom Coffee, 22/12/2024. (foto: Sengker Kuwung)

Jadi bertambah jumlah koleksi buku yang menghimpun karya kepenulisan saya selama terus berkreasi, baik cerpen, esai maupun puisi. Ada berupa buku fisik (cetak penerbit) dan ada pula berupa buku digital (pdf).

Buku fisik tentu lebih enak daripada pdf. Bisa dipajang dan dibaca berulang kapan pun. Membaca buku pdf butuh scroll ulang dari awal lagi, padahal sudah sampai di pertengahan atau hampir tamat di akhir cerita.

Memang tidak semua begitu. Ada yang saat saya closed di halam tertentu, keesokan hari saat akan saya lanjutkan membaca, tinggal mengeklik WPS Office, halam buku yang saya baca sebelumnya akan terbuka.

O, ya, antologi puisi dan gurit ini dipersembahkan untuk harjaba (hari jadi kabupaten Banyuwangi). Tercatat hari jadi yang ke-353 kabupaten Banyuwangi. Saya beruntung mengikuti JSAT di Banyuwangi.

Karena itu, saya bisa urun karya puisi tentang Banyuwangi, hasil mengeksplor sudut-sudut kota Banyuwangi lima hari selama JSAT berlangsung 24--26 Oktober, tapi sejak 23 saya sudah tiba dan pulang 27 Oktober.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...