Langsung ke konten utama

Jogja

Tugu Putih. (foto: jogja keren)

Setelah “Serampai Kata Blambangan” membuka cakrawala tahun 2025, ini satu lagi calon antologi yang akan menyusul. Padahal, sejak 26 Desember 2024 flyer pengumumannya di-share di WAG JSAT, namun baru kemarin siang saya geber menulis cerpen yang akan saya ikutkan. Hingga siang dan sore tadi masih saya lakukan self editing.

Semula pas 2000 kata, setelah diedit ulang jadi tinggal 1855 kata. Alur yang maju mundur menceritakan peristiwa, kenangan atau nuansa tahun ‘80an. Tentu, hal yang mengena dengan masa saya sekolah SMA dan kuliah di Jogja, adalah adanya ‘petrus’ –penembakan misterius–, yaitu operasi senyap memberantas premanisme oleh pemerintah.

Pemilu 1982 yang baru kali pertama saya ikuti, menjadi salah satu bahan cerita yang, sayang bila tidak diikutsertakan. Untuk kali kedua pemilu dengan 3 partai peserta pemilu sejak 1977, yaitu PPP, PDI, dan Golkar. Pemenangnya, masih seperti hasil pemilu 1977, yaitu Golkar. Melanggengkan kekuasaan Soeharto untuk ketiga kalinya. Jayalah Orde Baru.

Karena cerpen, jalan cerita diperankan oleh dua tokoh, yaitu Subandi dan Sulaiman. Anak dan ayah di era '80an yang dipisahkan ruang dan waktu. Anak dikirim merantau ke Jogja, ayah di kampung mempersiapkan wesel. Komunikasi menempuh jarak satu minggu lewat pos, bila surat berprangko biasa. Sedikit lebih cepat bila 'kilat khusus' atau 'tercatat'.

  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...