Langsung ke konten utama

Selasar Rasa

Lokasi kondangan hari Sabtu

Kebiasaan buruk akan menghasilkan hal buruk. Benar, kebiasaan telat makan yang “biasa” saya laksanakan sehari-hari, sampailah pada puncaknya. Akhir Desember kemarin saya demam tipes. Cilokone, ada gejala DBD ikut membonceng.

Setelah empat hari masih saja demam, kembali ke klinik periksa darah. Hasil periksa itulah indikasi tipes terbaca dan ada gejala DBD. Tipes 320 dan trombosit 184 ribu. Namun, dua hari kemudian turun. Melintas pikiran, apa bakal tahun baruan di RS?

Kapokkah? Oh, tidak. Terus saja membiasakan telat sarapan, makan siang, dan makan malam. Diundur-undur semua. Entah sekadar asam lambung naik, mag kronis, atau sudah pada level gerd, itu yang kemudian membuat saya rodo sedikit rekoso.

Entah lapar beneran atau ulah si perut kembung, rasanya baru satu jam yang lalu saya makan tapi kok sudah lapar lagi. Mau diladeni makan kok rasanya terlalu memanjakan nafsu. Salah-salah nanti terlalu banyak makan nasi malah jadi over karbo.

Sudah makan tapi satu jam kemudian kencot maning, itu yang saya maksud rodo sedikit rekoso. Rekoso yang bukan mensengnyarakan, melainkan bakal bikin énak. Enak tho, nembé bar mangan, mangan maning. Mangan maning-mangan maning, jadinya.

Perlahan mengubah pola makan. Sarapan lebih awal, makan siang tepat waktu, dan makan malam dikondisikan. Kalau akan ada kondangan tahlil, habis Magrib makan dulu. Kalau tidak ada, sebagaimana kebiasaan. Makan malam sepulang salat Isya.

Solusi demikian itu sedikit mengatasi. Tak terasa satu pekan berjalan, datanglah acara kondangan. Makan besar. Beruntun, Jumat—Sabtu—Minggu. Tak hanya karbo, unsur gizi lain pun terpasoki. Komplet dan malah membuat perut serasa begah.

Jumat—Sabtu—Minggu, itulah selasar rasa yang sedikit mengondisikan ketidakjelasan antara lapar beneran atau sekadar kembung karena telat makan, jadi enteng. Barangkali dari selasar harus diubah menjadi selaras agar hidup jadi teratur.

Visi Gita Gemala dengan buket bunga setelah menerima pinangan Danoe

Jumat kemarin makan besar di event engagement Cici dan Danoe. Sabtu ini makan besar di acara pernikahan Yosi (putri tonggo jemaah masjid) dengan Riefki. Sebagai jembatan penyambung antara makan besar Jumat dan Minggu besok.

Besok Minggu di Radisson Hotel MBK merupakan acara puncak jalin hubungan Cici dan Danoe akan diikatkan dalam tali perkawinan. Baik sebagai ajang mengondisikan perut yang sudah mulai rodo pénak agar lebih nyaman sebagai buah selaras rasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...