Langsung ke konten utama

Hukum Tabur Tuai

ilustrasi hukum karma “setiap yang kita lakukan akan kembali pada pelakunya” (foto: dari tweet MERAH PUTIH @AriestaJoe) 

Saya jarang mempraktikkan penggunaan jasa layanan moda transportasi online karena biasa berkendara sendiri. Kecuali sehabis ngantar motor ke rumah kakak di Wayhalim.

Jalan By-Pass Sukarno-Hatta Bandar Lampung City, di beberapa ruas sedang diaspal ulang, timbullah kemacetan. Antrean kendaraan padat merayap. Ribet, ruwet, mumet,

Driver ojol meminta saya meng-cancel ride hailing yang saya pesan. Saya pantau posisi dia di layar ponsel. Tebelasuk semakin jauh dari U-turn terdekat menuju posisi saya.

Tampaknya ia kesulitan mengakses U-turn. Mungkin karena terhalang oleh kendaraan berat/besar (truk, tanki, bus, dll.). Permintaan cancel akhirnya. Saya pun manut saja.

Posisi saya memang jauh dari By-Pass, masuk ke jalan yang ada gang gitu. Akses dari By-Pass ke posisi saya mesti memutar dulu di U-turn. Kemudian mesti masuk gang pula.

Saya pun melakukan pesanan ulang. “Oke, otw,” jawab driver melalui messages. Saya kasih tahu titik penjemputan agar dia tidak keblasuk dan mutar-mutar dikibulin G-Maps.

Mbak-mbak pemandu pengguna G-Maps yang suaranya renyah, itu acapkali suka-suka dia menyuruh pengguna belok kanan, masuk kiri. Akhirnya bikin orang kesasar jauh.

Bila tidak ada titik penanda di G-Maps yang berdekatan dengan posisi calon penumpang, sering menyulitkan diver mempercepat sampai tempat penumpang yang dijemput.

Karena saya hampir tidak pernah memanfaatkan jasa ojol dan maklum saja terhadap kesulitan mereka di jalanan, saya ok saja meng-cancel. Pesan aja lagi ke driver lainnya.

Akan halnya mereka yang tidak sabar dan mudah tersulut emosi, mungkin akan melakukan tindakan semacam tabur tuai sebagai balasan atas kekecewaan yang dirasa.

Lo menabur kecurangan, lo tuai balasan.” Barangkali itu niat jahatnya. Lalu dalam praktiknya banyak macam cara “mencelakakan” driver ojol. Misal, menjelekkan rating.

Ada yang memberi bintang 1. Konon ini akan membuat rating driver ojol jadi jelek. Misal, sepi orderan, akun ditangguhkan (suspend), dan putus hubungan kemitraan.

Hukum tabur tuai, sebab-akibat, karma, campur Tangan Tuhan (divine hand), atau apalah istilahnya. Semacam what goes around comes around, seperti begitulah pokoknya.

Kalau terjadi hal demikian, kira-kira siapa yang salah? Yang menabur dan yang menuai, tentunya. Siapa? Kedua-duanya, driver dan penumpang. Ya, mereka sama-sama salah.

Driver bisa dipersalahkan karena menabur kekecewaan bagi penumpang. Penumpang juga salah karena menaburkan karma yang mungkin akan dituai driver. Mestinya jangan.

Aplikasi layanan transportasi online yang ada di ponsel saya adalah yang jaket driver warna kuning. Pengaplikasiannya simpel. Gapake bintang. Jadi, jangan khawatir rating jelek.

Setelah kita sampai tujuan dan turun, ya sudah. Tidak ada permintaan memberikan bintang berapa, gitu. Jadi, tidak akan terjdi hukum tabur tuai. Driver terhindar dari kesialan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...