Langsung ke konten utama

Ampas Tebu

Air perasan tebu atau umumnya disebut juga es tebu (foto: merdeka.com) 

Lembaga perkawinan itu sejatinya sakral. Mestinya begitu. Karena itu, ada sebagian cowok dan cewek merasa insecure untuk masuk ke dalam bilik perkawinan. Cowok insecure bila merasa tidak/belum mapan. Cewek insecure bila merasa dirinya tidak/kurang cantik dan seksi.

Cowok tampan mendapat cewek cantik itu ideal sekali. Hanya kalangan selebritas yang bisa mewujudkan idealisme seperti itu. Aktor ganteng dan aktris cantik dengan penghasilan yang guede banget, mudah sekali mewujudkan kondisi ideal yang didambakan.

Tetapi, ketampanan dan kecantik-seksian itu begitu abstrak. Karenanya jangan lupa. Seiring berjalannya waktu, usia merambat naik mengekor timbangan bobot tubuh yang obesitas, ketampanan dan kecantik-seksian perlahan menyusut direduksi selulit dan garis keriput.

Tidak selamanya gambaran ideal itu mudah memadu-padankannya. Ada kan cowoknya tampan eh ceweknya biasa-biasa saja, begitupun sebaliknya. Ada kan cowoknya dari keluarga tajir melintir eh ceweknya dari keluarga misquen. Pun sebaliknya. Cocok-cocok saja.

Syaikh Yassir Fazaga suatu waktu pernah menulis, ”Kata CINTA dalam Al-Quran muncul di lebih dari 90 tempat (pada beberapa Surah). Menariknya, ia tidak mendefinisikan kata cinta, tetapi berbicara tentang konsekuensi pertama dari cinta, yaitu komitmen.

Syaikh Yassir Fazaga melanjutkan, ”Islam sangat mengedepankan komitmen. Karenanya, jika Anda benar-benar mencintai seseorang, maka tunjukkanlah dengan komitmen. Jika Anda tidak membuktikannya, maka klaim cinta Anda tidak nyata.”

Erich Fromm menulis The Art of Loving (Seni Mencintai) karena cinta seperti seni yang memerlukan pengetahuan dan pengalaman. Banyak versi tentang definisi cinta. Masing-masing orang bisa mengondisikan cintanya pada versi yang menurutnya pas dengan yang dialaminya.

Banyak yang melihat masalah cinta sebagai problem dicintai sebagai obyek, bukan mencintai sebagai bakat atau perilaku. Menurut Erich Fromm, problem cinta yang dilakukan kali pertama ialah bagaimana mencintai, bukan mencari yang dicintai.

Masih hangat di ranah pemberitaan, Indra Bekti digugat cerai istrinya Aldila Jelita, kemarin Senin, 27/2/2023. Ini mengingatkan peristiwa yang menimpa Gugun Gondrong. Karena Gugun Gondrong terkena tumor otak lalu istrinya Anna Marissa menggugat cerai, pada tahun 2010.

Tidak ada orang makan tebu ditelan sama ampasnya. Tidak ada cara menikmati tebu selain hanya menyesap rasa manisnya kemudian ampasnya dilepah. Maka, ada peribahasa habis manis sepah dibuang, ditudingkan kepada yang makan tebu, hanya mengunyah dan menyesap airnya.

Di belantara media sosial ramai perbalahan menanggapi gugatan cerai Aldila Jelita kepada Indra Bekti. Netizen menyebut “habis manis sepah dibuang” lantaran kedua peristiwa gugatan cerai, baik kepada Gugun Gondrong maupun Indra Bekti disaat keduanya sedang sakit parah.

Eit, tunggu dulu. Itu kan opini sepihak dari para netizen yang, maha benar dengan segala hujatannya. Seperti kasus Sambo dan Dandy, tak ada api kalau tak ada sumbu, tak ada asap kalau tak ada api, tak ada akibat tanpa penyebab. Adila tak mungkin ujug-ujug menggugat cerai tanpa sebab.

Pasti ada sebab yang cukup signifikan. Manusia laki-laki bersandar pada logika sedang perempuan pada perasaan. Tidak mutlak benar. Kadangkala laki-laki saat melakukan sesuatu di luar kontrolnya karena terbawa perasaan (emosi), sehingga terkesan tidak logis dalam bertindak.

Perempuan dasarnya perasa, mendapati sesuatu yang berbeda dari biasanya, membuatnya menjadi terhanyut perasaan. Setelah keluar dari rumah sakit konon Indra Bekti berubah jadi lebih emosional. Menghadapi kondisi berbeda dari biasa itu membuat Adila dan anak-anaknya tidak siap.

Jalan keluar dari ketidaksiapan itu adalah menggugat cerai. Sesungguhnya itu adalah hal yang emosional juga. Sabar adalah tindakan yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Kita menasihati orang agar bersabar sangat enteng. Namun, susah untuk mengamalkannya sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...