Langsung ke konten utama

Penasaran

Buku Tiga Jagoan Juwendra Asdiansyah ini [agak] lumayan keren, sepertinya. Gak khatam, soalnya.

Judul tulisan di post-blog kali ini bukanlah judul lagu Raden Haji Oma Irama, melainkan penasaran saya ketika Minggu (17/12) membuka-buka buku “Tiga Jagoan” Juwendra Asdiansyah di rumah Bapak HM Thoha BS Jaya. Saya sempat rampungkan baca tulisan pengantar dari tiga orang yang oleh Juwe disebutnya sebagai “tiga jagoan” yang dijadikan judul buku.

Saya hampir merampungkan membaca tiga tulisan itu sebelum azan magrib berkumandang dan saya gegas ke masjid. Sepulang dari masjid saya lanjutkan membaca hingga selesai. Kemudian oleh Bapak dan Ibu Thoha saya dan istri diajak makan malam di Pecel Lele Mbak Mar 1 Jl, Sultan Agung. Usai makan kami berpisah di parkiran, masing-masing kami beringsut pulang.

Karena hanya sebatas mengamati daftar isi buku dan merampungkan membaca tiga tulisan itu thok, maka saya jadi penasaran terhadap isi keseluruhan buku tersebut. Sayangnya, saya tidak meminjam dan membawa buku pulang untuk kumamah seluruh isinya. Karena sehabis makan tidak kembali ke rumah Pak Thoha, tetapi langsung pulang ke arah Kemiling.

Cromboloni (Croisant Bomboloni), foto: Koran Gala
     

Penasaran kedua adalah setelah melihat ulah netijen pamer nyantap Cromboloni di IG. Guna menebus rasa penasaran itulah, kemarin Senin (18/12) saya berdua istri setelah booking hotel terus menyambangi Valesca Artisan di Jl. Jenderal Sudirman. Sayangnya, –juga ini– karena masih agak siang, Cromboloni-nya belum ready, sedang proses produksi. Mau nunggu takut kesorean.

Daripada penasaran lagi kalau tidak mencoba produk lainnya, maka empat varian roti kami bawa pulang. Sayangnya, –masih lagi– ini, empat varian roti yang dibeli itu lupa mencatat namanya yang tertera di rak pajangannya. Bah, yang penting rasanya, uenak tenan. Meski enak, perlu dicermati. Menurut IG @mealplan.id nilai kalori dalam 1 pcs Cromboloni adalah 500 kal.

Waduh, gak bahaya, tah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...