Langsung ke konten utama

Kendati

 
Sumber gambar: Lekture.ID

"Kendatipun kami menyayanginya, tetapi Allah Swt. ternyata lebih sayang kepadanya," ujar perwakilan sahibul musibah menyampaikan kata sambutan. Saya tercenung. Bukan karena persoalan sayang menyayangi itu, melainkan pada penggunaan diksi "kendatipun" di dalam kalimat sambutan tadi itu.

Saya merasa begitu jarang menjumpai kata kendati atau kendatipun pada buku atau koran yang saya baca. Yang kerap atau umum saya jumpai adalah kata meski/meskipun atau biar/biarpun. Wajar ketika tadi mendengarnya, saya tercenung dan mencoba mengingat-ingat kapan kali terakhir mendengarnya.

Ceritanya, baru saja pulang dari tahlil nujuh-hari di RT sebelah. Kendatipun agak mengantuk, saya tetapkan niat memenuhi undangan yang diantarin Aulia, putri Pak RT sore tadi. Nah, kan, jadinya, saya ikut-ikutan menggunakan kata "kendatipun". Selain tercenung, kantuk saya dibuat hilang oleh siraman kopi panas.

Selain dibuat tercenung oleh diksi "kendatipun" yang mengemuka dalam kata sambutan, tersirat tanya dalam hati yang juga membuat tercenung. Sebagian kami jamaah masjid yang hadir, pada umumnya tidak seberapa paham dengan almarhum ini. Kendatipun demikian, memenuhi undangan itu hukumnya wajib.

Karenanya kami hadir untuk melangitkan doa bagi almarhum, kendatipun tidak paham dengannya. Jika membiasakan diri salat lima waktu berjemaah di masjid, maka ada kemungkinan saling mengenal satu dengan yang lain. Saling tahu nama, sering tegur sapa, salaman, satu shaf sebelah-sebelahan.

Pada mulanya kendatipun mengantuk, siraman kopi panas membuat kantuk jinak dan sampai rumah saya bisa menulis tentang diksi "kendatipun" yang jarang saya jumpai atau memakainya dalam tulisan. Kali ini saya coba pakai dalam tulisan ini. Jadi, beruntung hadir sehingga mendapat ide tulisan ini.

Ada 21 sinonim kendati/kendatipun di tesaurus bahasa Indonesia. Karena itu, wajar belaka bila amat jarang dipakai dalam tulisan. Maka, lumrah jadinya saya jarang menjumpainya. Jarang juga memakainya karena banyak pilihan. Praktis diksi yang lain di antara 21 sinonim yang cenderung lebih dominan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...