Langsung ke konten utama

Oktober Bermakna

Jumpa lagi dengan Bli Wayan Jengki Sunarta, kurator lomba menulis puisi bertema Ijen Purba: Tanah, Air dan Batu pada acara peluncuran buku antologi dan pembukaan Jambore Sastra Asia Tenggara di pendopo bupati Banyuwangi, Kamis (24/10/2024) malam.

Oktober tahun lalu, tepatnya 18--22 Oktober 2023 saya bersama empat pemenang hadiah Sastera Rancage dari genre sastra Batak, Sunda, Jawa, dan Bali diberi kesempatan hadir di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2023 di Ubud, Bali. Saya sendiri dari genre sastra Lampung.

Di Sagitarius Inn, hotel tempat kami menginap, kami kongkow bercengkerama dan ngopi bareng Wayan Jengki Sunarta, penyair Bali peraih penghargaan Anugerah Buku Puisi terbaik tahun 2021 untuk puisinya berjudul "Jumantara" dan di Jambore Sastra Asia Tenggara (JSAT) Banyuwangi ini kami kembali bersua.

Di JSAT hadir tidak hanya penyair Indonesia saja, tapi juga penyair Malaysia dan Singapura. Beliau-beliau penyair bergelar Doktor berprofesi sebagai akademisi yang rajin mengadon puisi. Bisa hadir di JSAT karena puisi mereka lolos kurasi untuk tema Ijen Purba: Tanah, Air, Batu. Sebelumnya, pada Kemah Sastra 2018 di Banyuwangi mereka juga datang.

Ada ratusan pengirim puisi untuk even JSAT bertema Ijen Purba: Tanah, Air, Batu, tapi hanya 200 puisi yang dibukukan dalam antologi Ijen Purba: Tanah, Air, Batu yang tadi malam diluncurkan di pendopo kabupaten Banyuwangi (Sabha Swagata) bersamaan dibukanya JSAT Banyuwangi 24--26 Oktober 2024.

Oktobet Bermakna, demikian judul postingan kali ini. Karena UWRF 2023 dan JSAT 2024 dihelat pada bulan yang sama, yaitu Oktober. Terasa lebih bermakna lagi karena di Oktober ini saya juga berulang tahun. Jadi, perjalanan terjauh kami ke Madinah dan Makkah terus disambung ke Banyuwangi, begitu bermakna. Bermakna bagi usia yang menua.

Untuk merayakan usia yang menua ini saya menerbitkan buku "Hari Makin Senja" yang berisi puisi-puisi lama yang tersangkut proses penerbitannya pada penerbit di Jogja tahun 2021 silam. Tapi, alhamdulillah jadi juga ia terbit di Jogja melalui penerbit lain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...