Langsung ke konten utama

Nyeratus

Tak terasa 100 hari kepulangan Ibu Hj. Soemarti binti Moehammad Soekemi ke Rahmatullah. Tak terasa pula 100 hari saban bakda Magrib kubacakan Surah Ya Sin. Dan terus berlanjut.

Kami anak mantu beliau yang di Lampung tidak menggelar tahlilan. Hanya kami hantarkan donasi ke panti asuhan untuk minta didoakan anak-anak yatim yang diayomi panti tersebut.

”Kebetulan seperti biasa, anak-anak sedang puasa sunnah hari Kamis. Nanti setelah anak-anak berbuka, anak-anak akan bacakan Surah Ya Sin dan didoakan,” kata pengasuh panti.

Kami senang, cara begitu kami pertimbangkan lebih simple dibanding bila menggelar tahlilan di rumah. Di samping praktis, donasi yang kita berikan lebih bermanfaat bagi mereka.

Sewaktu genap patangpuluh hari kami hantarkan nasi kotak plus kue ke panti itu. Pas di hari nyeratus ini kami pikir lebih afdol bila berujud uang tunai ketimbang nasi kotak dan kue.

Apalagi ini jelang Ramadan, donasi uang cash and carry lebih besar faedahnya ketimbang makanan sekali santap. Oleh mereka uang bisa dialokasikan untuk keperluan bermaslahat lainnya.

***

Sebelum ke panti, berdua istri kembali ke XL Center Jl. Jend Soedirman mereaktivasi kartu XL istri yang juga hangus. Nomor cantik ini ternyata masih bisa diaktifkan lagi meski telah lama hangus.

Sedianya jalur lalu lintas dari Jend. Soedirman ke arah pulang melewati jalan ZA. Pagaralam, namun selepas Gramedia saya ke arah tugu Gajah, Jl. Ahmad Yani, Jl. Kartini, lalu Jl. Imam Bonjol.

Jalan perlahan sambil memastikan kali aja ada antrean minyak goreng di minimarket. Sepanjang Jl. Imam Bonjol nihil. Sampai eks terminal Kemiling kuambil jalur menuju arah Jl. Pramuka.

Nah, depan minimarket merah samping Dirlantas Polda Lampung ternyata ada antrean. Langsung kuparkirkan motor di pelataran Kopi KoccoK. Lumayan empat liter minyak masuk dapur.

Keberuntungan perihal minyak goreng selalu saja tak terduga. Selama ada kebijakan HET dari pemerintah, tidak sekali pun kami sengaja memburu. Ketemu begitu saja pada antrean.

Memang seyogianya begitu. Kalau sengaja mencari niscaya apes melulu. Ibarat kawan lama yang sudah lama dicari ke sana kemari eh tak sengaja malah ketemu di tempat tak terencana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...