Langsung ke konten utama

Pepaya Muda

ilustrasi gambar pohon pepaya (foto: khasiat.co.id)

Melafalkan mahmud (mamah muda) terdengar enak gitu. Sekilas seperti menyebut nama seseorang. Padahal, nggak tahunya untuk mempercantik sebutan bagi ibu-ibu muda yang baru punya momongan satu atau dua.

Mamah muda, ibu-ibu yang kariernya tampak aman di level middle manager, yang lagi bucin-bucinnya pada anak yang sedang lucu-lucunya. Dengan suami yang juga mapan, tentu rasa bahagia senantiasa hadir melimpahi.

Namun, bagaimana halnya papah muda? Kira-kira apa yang cocok sebutannya sehingga juga terdengar ngganteng gitu. Bila menggunakan sebutan pahmud, kok kesannya dipaksakan agar sejurus dengan mahmud.

Judul tulisan ini sama sekali tak ada hubungannya dengan papah muda. Pepaya muda serut kalau sudah terperangkap di dalam empek-empek wong kito, rasonyo lemak nian. Itu jenis empek-empek yang kami suka beli.

Pepaya muda serut kalau sudah disayur oseng atau dikuahi santan, membuat nafsu makan tambah dahsyat. Apalagi makan di waktu sore saat hujan mengguyur di luar jendela. Suapan nasi lancar seperti cucuran hujan.

Ya Allah Rabb, alangkah deras hujan yang tercurah dari langitMu sore tadi. Got di depan rumah hampir tidak mampu menampung limpahan air dari jalan dan talang air semua rumah bertetangga yang rukun berjejer-jejer.

Perum Ragom Gawi I dilanda banjir. Videonya terlihat di ponsel istri saya, dikirim temannya melalui WA. Sudah lama memang perumahan yang berlokasi di bawah Perum BKP itu terdengar kebanjiran. Sore tadi kejadian lagi.

No Mask, No Fear

Salat jumatan tadi, lagi-lagi saya tidak memakai masker. Anak saya juga, Muharto juga. Wendi, tetangga sebelah yang berprofesi sebagai advokat juga belajar lepas masker. Jumat minggu lalu ia masih mengenakan masker.

Nah, rak tuman tenan tho. Setelah Jumat minggu lalu belajar lepas masker, jumat tadi kali kedua saya tidak memakai masker. Padahal, waktu layat tetangga pada Selasa (30/11) saya terselip sendiri di antara yang tidak bermasker.

Virus baru omicron B.1.1.529 benarkah sudah masuk Indonesia seperti disitat detikHealth (8/12), bahwa Kadinkes Bekasi temukan empat warga DKI kena omicron. Heboh deh. Juru bicara Kemenkes angkat bicara.

Menurut juru bicara vaksinasi Covid-19 dr Siti Nadia Tarmizi, corona B.1.529 hingga kini belum ditemukan di Indonesia. ”Belum ada,” tegasnya kepada detikcom melalui pesan singkat, Rabu (8/12/2021). Lega deh aqutuh.

Memang sudah tiga minggu gonjang-ganjing munculnya omicron B.1.1529, namun sejauh ini masih aman-aman saja. Sebagai antisipasi, pemerintah akan memberlakukan PPKM level 3 pada masa liburan sekolah dan nataru.

Akan tetapi, tiga hari lalu pemerintah membuat keputusan membatalkan PPKM Level 3. Kemudian muncul statemen bukan dibatalkan, melainkan diganti judul menjadi Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Masa Nataru.

Wes embuhlah. Karepmu. Sisa dingin hujan sore tadi masih terasa. Enaknya menggoreng empek-empek isi kates (pepaya muda serut). Tanpa masker, tanpa rasa takut (no mask, no fear). Orang-orang belajar lepas masker.

Edukasi Penyiar TV

Penyiar TV seperti tak ada lelah dan bosan-bosannya mengingatkan pemirsa untuk terus pakai masker dan cepat vaksin. Setiap usai membacakan berita, mereka sisipkan pesan yang mengedukasi. Penuh ekspektasi.

Ekspektasi yang diharapkan tentunya adalah ketaatan pemirsa pada protokol kesehatan 3M, 5M, atau 6M. Hasil dari pesan positif itu, barangkali di luar ekspektasi tersebut. Semua terpulang pada pemirsa, taat atau tidak.

”Masker bisa mencegah penularan virus hingga 80% dan vaksin sudah terbukti bisa menekan risiko kematian sampai 73%,” begitu selalu mereka sampaikan berulang-ulang. Tampaknya mereka seperti sudah hafal di luar kepala.

Edukasi sebaik apa pun, demi kemaslahatan yang brrsangkutan pun, belum tentu yang bersangkutan akan mengikutinya. Banyak pertimbangan baik secara logika maupun di luar logika, diperhitungkan dan dipertentangkan.

Saya pribadi sudah ngap terus-terusan memakai masker bila keluar rumah. Tapi, tak ada alasan lain selain semata-mata patuh prokes. Kalau memikirkan imunitas tubuh, double vaxxed yang sudah saya jalani, rasanya cukup kuat.

Jadi, situasional dan setempat adalah patokan baku yang bisa dipegang dalam mematuhi prokes. Bila situasinya perlu bermasker, ya saya tentu akan pakai masker. Kalau di suatu tempat diwajibkan memakai masker, ya saya ikuti.

Wes, ngono wae. Ibarat air hujan yang tumpah begitu deras sore tadi, mengalir saja. Ikuti alur peraturan situasional setempat. Ah, nikmatnya empek-empek kates jualan wong kito di pasar-tumpah dekat gerbang atas BKP itu.

Selamat malam.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...