Langsung ke konten utama

Lepas Masker Tuman

ilustrasi gambar membuang masker bekas pakai. (foto: CNNIndonesia)

Hujan sedang ranum-ranumnya, menggugurkan derainya. Akan memasuki puncak musim pada Januari—Februari nanti. Musim libur segera tiba, minggu-minggu ini murid SD, pelajar SMP, dan siswa SMA sedang bergelut dengan soal ujian semester. Sayangnya libur nataru terasa ”tak enak” dinikmati karena akan diberlakukannya PPKM Level 3.

Kalau liburan setelah pembagian Buku Rapor, anak-anak tak ke mana-mana berarti kan sama saja boong. Sudah sekolah daring dari rumah dan tatap muka terbatas di sekolah, eh giliran liburan ya tetap di rumah saja. Ini mah namanya podo karo tagar #dirumahaja yang diapungkan sejak awal pandemi Covid-19 merebak, Maret 2020.

Sudah suntuk belajar daring, kejedut suntuk liburan tak keluar ke mana-mana. Apatah lagi hasil ujian yang tak memuaskan, nilai rapor jeblok sehingga mendapat sanksi dari orang tua berupa hukuman tidak boleh keluar rumah. Kan kasihan betul anak-anak yang terkurung terus menerus sepanjang tahun pelajaran berlangsung, dua tahun ini.

Ditambah lagi dua hari ini (Sabtu—Minggu) hujan melulu sejak subuh. Jangankan melancong ke tempat rekreasi (meski dalam kota sendiri), untuk keluar rumah pun malas. Menghindari kehujanan tentunya. Cuaca sedang bersalin musim. Saudara kita di Lumajang ditimpa musibah banjir lahar dingin dari erupsi Gunung Semeru.

Di meja tersaji dua surat undangan, satu berwarna hitam dan satu berwarna putih. Waktunya bersamaan, Sabtu (4/12) pukul 10. Standard bakukah acara dipatok pukul 10 itu? pada setiap surat undangan untuk pelaksanaan siang hari selalu begitu. Lain hal kalau pelaksanaannya malam hari, biasanya mulai pukul 19 hingga selesai.

Setelah hujan sejak subuh dan baru reda pukul 14, saya baru bisa berangkat kondangan. Dua hajatan, semua ngunduh mantu, kudu saya hadiri. Kedua-duanya di RT sebelah, satu RT 11 dan satu lagi RT 13. Satu Bintara AD berpangkat Sersan Satu sedang satunya sarjana komputer yang dulu pernah dipakai jasanya sebagai teknisi di LE-Plus.

Dari rumah saya sengaja tidak pakai masker. Beda dengan sewaktu melayat tetangga hari Selasa lalu, tiwas dari rumah maskeran eh di TKP akhirnya dilepas dan dikantongi. Seperti tuman ya, sejak salat jumatan lalu tidak maskeran, kondangan juga enggan mematuhi prokes yang oleh pemerintah ditetapkan sebagai aturan standard itu.

Sengaja tidak maskeran ini, kalau istilah acara reality show Bu Susi Pudjiastuti di TV itu sebagai ”cek ombak”. Seberapa masih banyak orang di tempat keramaian yang patuh prokes dan berapa banyak yang abai. Ternyata lebih banyak yang abai. Dan saya jadi bingung apakah akan serius meneruskan lepas masker? Sehingga jadi tuman gitu.

Sudah demikian amankah dunia ini, Buos. Nah, ini pertanyaan ambigu. Varian baru omicron (B.1.1.529) yang muncul di Afrika Selatan, disebut-sebut mutasinya bisa mencapai 30 jenis pada paku proteinnya. Masih diselidiki apakah kekebalan tubuh yang terbentuk oleh vaksinasi bisa berpengaruh atau tidak berpengaruh oleh serangan virus baru ini.

Sejauh ini memang belum terdeteksi muncul kasusnya di Indonesia. Tapi, posisi negeri ini yang bertetangga dengan Singapura dan Malaysia, tidak mustahil ada pendatang dari Afrika masuk ke Indonesia ”menyelundupkan” virus varian baru melalui negeri jiran itu, bila tidak ada kewaspadaan pihak imigrasi untuk menangkalnya.

Ya, untuk sementara memang ombak masih tenang. Senyampang embusan angin belum menguat. Kelak bila angin kencang yang bertiup tentu ombak akan bergelora. Itu bila varian omicron sudah masuk pekarangan rumah besar bangsa ini. Saat itulah baru kalang kabut, dan pebisnis tes apa namanya itu, akan bekerja menjaring keuntungan.

Uwuwu, huhuhu...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...