Langsung ke konten utama

Makin Simpel, Makin Oke


Berpisah dari rombongan mbak Sas, istriku pulang dari Pacitan naik bus langganan kami. Nomor kontak pegawai ticketing di pool bus sudah lama ditanam di pekarangan android. Saat dibutuhkan tinggal dipanen.

Hal penting untuk diketahui adalah apa syarat perjalanan Jogja—Lampung. Kalau Lampung—Jogja harus tes swab antigen, di pool Bandar Lampung memang disediakan bilik untuk tes usap rongga hidung tersebut.

Ternyata cukup membawa kartu vaksin. Nah, simple banget. Kartu vaksin punya istri memang sudah dicetaknya. Tempat mencetak kartu vaksin ada di mana-mana. Biaya cetaknya pun murah, 10 ribu rupiah saja.

Kartu vaksin saya belum naik cetak. Masih tersimpan di android, bila hendak melihatnya cukup membuka gallery bagian Vaccine-Certificate. Dua sisi muka kartu vaksin dosis pertama dan kedua. Bisa dibaca jelas.

Persyaratan perjalanan yang simple, itulah yang diinginkan para pejalan. Moda transportasi udara yang mengharuskan tes swab pcr dirasa merepotkan. Prosesnya bergantung jumlah orang yang antre dan alatnya.

Bayangkan bila yang butuh dites bejibun dan prosesnya lama, tentu menyebalkan. Sudah tarifnya mahal, hasilnya baru keluar 1x24 jam. Oleh karena itu, masa berlaku tes swab pcr dibuat 2x24 jam. Seharusnya begitu.

Ada dua lintasan jalan yang biasa dilewati bus ke atau dari Jogja. Yaitu lintas utara (Merak—Bawen—Jogja) dan lintas selatan (Merak—Brexit—Purwokerto—Kebumen—Purworejo—Jogja). Ada dua tempat persinggahan makan.

Yang via lintas utara akan lewat tol nonstop sejak Merak akan berhenti makan di Gringsing (Batang). Lanjut Bawen—Jogja. Yang lewat lintas selatan, exit tol di Brexit belok arah Purwokerto, berhenti makan di Gombong.

Pulang Kamis (9/12) kemarin lusa, bus yang ditumpangi istri lewat selatan, berarti singgah makan di Gombong. Kata istri, mulai kemarin penumpang diberi tiket makan. Rumah makannya baru selesai dipugar.

Menanggapi tiket makan itu, kata saya, itu strategi rumah makan agar bus masih demen lewat selatan dan mampir. Kalau bus lewat utara tentu rumah makan akan sepi. Pengeluaran bus untuk bayar tol pun lebih boros.

Bila pengeluaran bus kesedot di tol, seseran sopir sangat kecil. Bila bisa ngirit di pembayaran tol, tentu ada sedikit uang bisa menyelinap ke saku dari sisa uang jalan, kan lumayan sebagai tambahan untuk dibawa pulang.

Itu hanya analisis saya, lebih kurang atau betul salahnya wallahu’alam. Secara teoritis, moda transportasi yang meminum BBM premium, pertalite atau pertamax, perbandingan iritnya tentu sangat signifikan.

Begitu juga yang lewat tol terus menerus dengan yang hanya separuhnya, pengeluaran untuk bayar tolnya cukup besar. Kalau lewat lintas utara, bus masuk gate tol di Bawen, hingga Merak lewat tol tak putus-putus.

Namun, bila lewat lintas selatan, dari Jogja jalan yang dilalui bus adalah Wates—Purworejo—Gombong—Wangon—Purwokerto dan baru masuk gate tol Brexit, terus lewat tol tak putus-putus hingga Merak.

Lewat manakah yang lebih cepat, lintas utara atau selatan? Sejauh ini sama saja. Bergantung driver yang mengendalikan kemudi. Driver yang masih muda tentu akan membawa bus berlari kencang. Driver tua lebih kalem.

Artinya, meski lewat jalan tol pun kalau sopir tak berani ngebut, ya kendaraan apa pun tak akan berlari kencang. Sebaliknya, di jalan negara jalur pantura kalau berani ngebut tentu kendaraan akan lari sekencangnya.

Kelak akan ada tol Pejagan—Cilacap. Jalur yang akan dilewati adalah Pejagan—Brebes Timur (Brexit)—Tegal—Banyumas—Cilacap. Di Banyumas akan ada exit tol menuju Bandara Jenderal Soedirman di Purbalingga.

Sayangnya lantaran sepi penumpang menyebabkan tak ada penerbangan di Bandara Soedirman. Setelah Bandara Kertajati di Majalengka, fenomena bandara sepi terjadi lagi di Bandara Soedirman. Piye karepmu, Dul?

Kelak meski lewat lintas selatan, sepertinya akan ada exit tol di Purbalingga. Masih agak ragu bila mungkin ada tol sampai Kebumen. Medan jalan yang dari Purwokerto menurun terus tentu akan jadi hambatan utama.

Lewat lintas utara pun, sepertinya hanya sementara exit tol di Bawen. Kelak bila tol Bawen—Jogja terwujud, tentu tidak akan ada lagi mampir makan di Gringsing (Batang). Mungkin akan di rest area tertentu.

Makin tersambungnya semua jalan tol, makin cepat perjalanan ditempuh. Makin simple persyaratan perjalanan, makin oke. Cepat sampai, simple persyaratan, dan selamat. Itu yang diharap penempuh perjalanan.

Para penempuh perjalanan, apa pun kendaraan yang ditumpangi, pesawat, kereta api, bus atau mobil pribadi, tentu tak menginginkan proses penyelesaian persyaratan yang ribet. Kemudahan, itu yang lebih diinginkan.

Simpel, itu kuncinya. Ya, tho...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...