Langsung ke konten utama

Obat Awet Muda

Ilustrasi, model untuk iklan suplemen kulit terbaik dari Farmaku

“Bapak awet muda, apa rahasianya?” Teman joggingnya bertanya. “Rajin jogging ini, nggak usah tiap hari, cukup tiga kali seminggu, dua hari sekali” jawab si Bapak. “Ah, masak iya. Barangkali ada obat khusus, kalau boleh tahu, minta dong resepnya,” kejar si teman jogging penasaran, antusias serta penuh minat.

“Adalah obat khusus buat awet muda,” jawab si Bapak semakin membuat teman joggingnya penasaran. “Minum jamukah,” kejar si teman. “Ya, jamu yang luar biasa nikmat tiada tara dan berkhasiat lagi,” kelakar si Bapak (yang memang terlihat) awet muda bener tersebut, membuat si teman kian dirundung bingung.

“Jamunya itu digodog atau diseduh?” si teman besar nian rasa kepengin tahunya, mengejar sampai pasti benar jawabnya. “Nggak digodok, nggak juga diseduh, langsung dinikmati saja dengan cara menyedotnya seperti minum air biasa.” Si teman Bapak awet muda tanda tanya dan menyelidik, jamu apakah gerangan itu.

Teman jogging Bapak awet muda itu menyebut beberapa jenama jamu, untuk mencocokkan kira-kira yang mana jamu yang diminum si Bapak, sehingga membuatnya terlihat begitu awet muda. Bahkan jenama jamu yang sohor taglinenya “berdiri sejak 1919” yang sudah pailit. Tetapi, tidak ada yang cocok satu pun.

Perusahaan jamu legendaris itu bernasib pahit seperti rasa jamu buatannya, pailit dan hilang dari peredaran. Kendati begitu tak lekang dari ingatan. “Begini, bukan jamu dalam arti jamu sebenarnya yang digodok atau diseduh. Saya bilang “jamu” sekadar istilah saya saja,” kata si Bapak yang awet muda itu, menjelaskan.

“Obat awet muda yang saya minum adalah “susu” makanya tadi saya katakan langsung dinikmati dengan cara menyedotnya,” jelas si Bapak. Si teman jogging manggut-manggut, tapi masih meneruskan pertanya lebih lanjut. “Susu kambing ettawa apa susu kuda liar yang populer itu, Pak?” kejarnya pengin tahu.

“Oh, bukan susu kambing atau kuda,” jawab si Bapak awet muda. “Susu orang. Paham kan maksud saya,” kata si Bapak awet muda balik bertanya. Si teman jogging itu terdiam seribu bahasa. Tidak mengangguk mengiyakan untuk menyatakan paham. Tidak pula menggeleng menidakkan untuk menyatakan tidak paham.

“Itu semacam jamu awet muda yang populer di lagunya Iwan Fals, ya, Pak. Maaf ngomong, apakah Bapak suka jajan di luar?” si teman mengejar dengan pertanyaan menohok ingin memastikan. Si Bapak yang awet muda tidak menjawab iya dan tidak pula menyangkal. Tapi, katanya, “Nah, itu kamu tahu jawabnya.”

***

Sebelumnya sudah saya buat puisi 12 paragraf berisi 48 larik. Pas ketika terlintas kembali ide puisi dengan tema yang sama, tetapi dituliskan dalam bentuk percakapan (dialog), sepertinya lebih cocok jika dituliskan dalam bentuk esai seperti ini. Maka, kemudian setelah langsung mengetik di laptop, jadilah tulisan di atas.

Mengapa si Bapak itu mesti “jajan” demi awet muda. Bukankah amat banyak cara lainnya? Misalnya saja, cukup dengan jogging sambil mendengarkan musik via bluetooth melalui thinkplus LivePods. hati senang dan senyum mengembang. Bukankah si Bapak itu sudah jogging tiap dua hari sekali, apa tidak cukup?

Atau mengonsumsi suplemen berupa vitamin dan mineral yang bisa dibeli dengan bebas (tanpa resep) di apotek terdekat. “Susu” yang si Bapak sedot di luaran itu tentu ia peroleh dengan membeli. Tentu bayarannya tinggi, bisa buat beli obat di apotek atau herbal yang bisa diracik sendiri di rumah. Hooh juga, ya.

Ini hanya esai, lahir dari kemerdekaan dan kekayaan berpikir. Apa pun tema esai, dari fakta realita sehingga realistis atau hanya karangan fiksi belaka, nikmati saja. Nggak usah dipikir serius-serius. Lagi pula, hindari menganggap yang tidak-tidak kendati sah-sah saja. Kendati merdeka berpikir diperbolehkan.


 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...