Langsung ke konten utama

Sihir Robusta

Kembali kita rayakan Hari Kopi Sedunia (International Coffee Day). Ada kan orang yang belum merasa melek matanya bila belum nyeruput kopi. Ada kan orang yang belum berarti paginya bila belum ada kopi di hadapannya.

Tapi, di Hari Kopi Sedunia tahun ini, tentu tidak perlu ada pernyataan kembali kita seruput kopi. Sebab bukankah saban hari kita selalu memulai hari dengan nyeruput kopi. Di pagi hari, mata kita terbuka oleh aroma kopi.

Artinya apa? tidak harus dirayakan Hari Kopi Sedunia pun kita sudah terbiasa nyeruput kopi sejak pagi membuka hari, rehat kerja siang hari (coffee break), dan setelah terbangun dari tidur siang pun kopi dihidangkan.

Terselip Tanya mengapa sampai ada perayaan Hari Kopi Sedunia? Bukankah tanpa dirayakan pun kita terbiasa ngopi lantaran tak semangat hidup bila belum ngopi. Nah, itu kalau perspektif kita iya tak perlu ada perayaan.

Tapi, bukan hanya kita saja yang doyan ngopi. Tetangga, orang lain di mana pun berada, di belahan dunia nun jauh pun orang doyan ngopi. Dan saking menduninya kopi, sampai-sampai ada lembaga yang menaunginya.

Ya, kalau di dalam negeri ada Asosiasi Pengekspor Kopi Indonesia (AEKI), di tingkat dunia pun ada organisasi kopi internasional (International Coffee Organisation/ICO). Nah, ICO inilah pencetus Hari Kopi Sedunia.

1 Oktober 2015 tonggak sejarah Hari Kopi Sedunia kali pertama dirayakan di kota Milan, Italia. Sejak itu setiap tahunnya pada tanggal 1 Oktober dirayakan hari minum kopi sedunia, dengan menggelar event ngopi bareng.

Tapi, tidak dimungkiri ada sebahagian orang tidak minum kopi. Alasannya karena sama sekali tidak suka kopi. Ada pula yang sudah tidak boleh –kalau tidak mau dikatakan dilarang dokter– ngopi karena terkendala kesehatan.

Memang ada orang yang sehabis nyeruput kopi malahan asam lambungnya melonjak naik. Terpaksa harus nguntal obat mag. Orang yang klategori ini tentu tidak akan ikutan merayakan Hari Kopi Sedunia. Diajak pun ogah.

Yang maniak ngopi tentu juga tak sedikit. Meskipun pagi sudah ngopi di rumah, sampai kantor pun kembali pesan kopi ke ibu kantin. Sore pulang kantor masih minta kopi lagi kepada istri. Malam pun tak jadi penghalang.

Pagi ngopi, siang ngopi, sore pun malam masih ngopi maning. Wah, kuat sekali lambungnya ya. Ah, barangkali ada kopi varian tertentu yang cocok dengan lambungnya. Ya, bukankah ada kopi jenis Robusta dan Arabica.

Kalau cocok dengan Robusta biasanya alergi terhadap Arabica, berlaku hukum kebalikannya. Kebanyakan kopi di Indonesia adalah jenis Robusta. Nah, sihir Robusta inilah yang membuat orang ngopi maning-ngopi maning.

Ada orang pagi ngopi, siang ngopi maning, sore ngopi maning, eh… malam pun masih ngopi maning. Kalau begitu, bisa dikatakan orang itu saban hari merayakan Hari Kopi. Nggak perlu dong nunggu tanggal 1 Oktober.     

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...