Langsung ke konten utama

Gedung Kesenian Belum Berfungsi

Gedung Kesenian Lampung yang sudah dibangun sejak tiga tahun lalu, dengan sistem proyek multi years itu sudah terlihat megah dari luar, namun belakangan mulai mengkhawatirkan karena terlihat mandeg dalam penyelesaian, terutama isi dan mebelairnya.
Gedung Kesenian Lampung di Komplek PKOR Way Halim, Bandarlampung
(foto: LAMPUNG EKSPRES/HERMAN-AFRIGAL)
Bahkan belakangan beberapa kacanya sudah pecah dan jendela banyak terbuka dari luar, serta terindikasi sudah dipergunakan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab bermain petasan di dalam Gedung.
Para penggiat seni di Lampung mulai merasa miris dengan kondisi ini. Salah satunya, penggiat tari di Lampung yang tidak bersedia disebutkan jati dirinya, menegaskan bahwa perjuangan untuk mendapatkan persetujuan pembangunan gedung kesenian itu sangat sulit, maka setelah diwujudkan harus bisa segera dimanfaatkan.
“Saya cuman denger-denger aja kalau gedung kesenian ini kan sudah selesai, tapi belum ada penyerahan karena belum lengkap. Mebelnya dan lampu-lampu panggung belum ada. Akustiknya juga belum digarap. Tapi saya pernah lihat sekali ke gedung itu, beberapa waktu lalu, nyatanya memang belum selesai bener.  Tapi beberapa plafonnya malah sudah bocor,” katanya.
Ia berharap Dewan Kesenian Lampung (DKL) mau segera menghadap gubernur untuk meminta penyelesaian gedung ini agar tidak mubazir, karena pembangunannya sudah cukup lama dan menggunakan uang rakyat. “Itu dibangun dengan uang rakyat mas, ya biar bermanfaatlah,” lanjut pria berjenggot itu.
Menanggapi adanya usaha pencurian pompa air gedung tersebut, ia mengatakan bahwa seyogyanya gedung bernilai miliaran itu ditempatkan petugas keamanan meskipun masih kosong. “Justru karena masih kosong itu perlu ada yang jaga, agar tidak dirusak orang-orang iseng. Apalagi di tempat yang cukup sepi, maka terbuka kesempatan untuk berbuat maksiat. Sebab gedung itu kan terdiri dari kamar-kamar yang cukup banyak,” ungkapnya.
DKL diharapkan pro aktif untuk penyelesaian ini, jangan hanya menunggu respon pemerintah, apalagi saat ini gubernurnya baru yang kemungkinan belum tahu masalah ini. “Makanya ini harus segera diurus, bilangin sama gubernur agar bisa segera selesai,” tambahnya.

LAMPUNG EKSPRES | SENIN, 22 DESEMBER 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...