Langsung ke konten utama

Undangan Salah Nama

Bagaimana cara memaafkan orang yang salah menuliskan nama pada surat undangan? Baik undangan untuk riungan kecil-kecilan maupun hajat yang ada unsur kesengajaan seperti pernikahan anak.

Riungan kecil-kecilan seperti tahlilan, aqiqahan anak, pindah rumah, beli mobil baru atau hajat lainnya yang sifatnya tasyakuran. Walimah itu sifatnya riungan besar-besaran, biasanya di gedung.

Terjadi beberapa kali nama saya ditulis salah pada surat undangan. Kemarin terulang lagi. Semula hendak marah, tetapi setelah tahu siapa yang mengundang, saya hanya menggerutu kecil.

Selain salah tulis nama, pernah juga saya dapat undangan dari orang yang tidak saya kenal (syukur kalau ia kenal saya atau setidaknya paham terhadap saya sehingga punya niat mengundang). Alhamdulillah.

Paham terhadap saya maksudnya barangkali ia mengetahui profesi saya sebagai pekerja pers waktu masih bekerja di LE. Sebagai contoh, waktu putrinya menikah saya dapat undang dari Ir. Berlian Tihang.

BTH, begitu sapaan akrab untuk inisial namanya. Pejabat karier di Dinas Pekerjaan Umum sejak masa sebelum reformasi, yang kala itu masih menggunakan nama Departemen Pekerjaan Umum.

Dari kabupaten Lampung Utara, naik ke provinsi. Puncak kariernya adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung atau sekarang Sekprov, masa gubernur Drs. Sjachroedin ZP, S.H.

Secara personal saya tidak punya kedekatan dengan BTH. Tetapi, barangkali itu tadi –karena saya bekerja di LE– sehingga saya katut, termasuk salah satu dari ratusan orang yang ada di list undangan.

Sewaktu pemilukada tahun 2014 BTH menggandeng Mukhlis Basri (bupati Lampung Barat dua periode, 2007—2012 dan 2012—2017) maju sebagai calon gubernur periode 2014—2019, tetapi nasib belum beruntung.

Dengan nomor urut 1 pasangan Berlian Tihang—Mukhlis Basri mengusung tagline “BERILMU” dari PDI Perjuangan dan partai pendukung, hanya mampu meraup 606.556 suara atau 14,81 persen mata pilih se-provinsi.

Undangan dari BTH

Muhammad Ridho Ficardo (ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung) menggandeng Bachtiar Basri (bupati Tulangbawang Barat 20112014) unggul dengan perolehan suara 1.816.533 atau 44,96 persen.

Ada empat pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang bertarung. Ridho—Bachtiar, BTH—Mukhlis, Herman HN—Zainuddin Hasan, dan Alzier Dianis Thabranie—Lukman Hakim.

Semula ada lima pasang cagub-cawagub yang berniat maju. Namun, di tengah jalan pasangan Amalsyah Tarmizi—Gunadi Ibrahim sebagai calon independen berbelok jalan alias mundur dari pencalonan.

Kembali ke surat undangan. Saya tentu senang dapat undangan dari BTH. Bagai musafir tersesat saya di tengah kelimun tamu undangan yang tidak satu pun saya kenal akrab. Hanya sebatas tahu siapa mereka.

Ya, sebatas tahu. Di antaranya Kherlani, S.E. wakil Wali Kota Bandar Lampung periode 2005—2010. Kalangan eksekutif dari kabupaten/kota/provinsi. Anggota legislatif dari kabupaten/kota/provinsi dan pusat.

Undangan dari orang yang tidak saya kenal, saya anggap saja undangan nyasar. Mungkin dipilih secara random berdasarkan daftar warga yang diperolehnya dari Ketua RT atau tetangga dekatnya.

Ada juga undangan nyasar ke rumah saya. Namun, saya ngeh nama yang dituju bukan saya, melainkan orang lain yang namanya mirip saya. Saya zabidi, di undangan tertulis zubaidi. Sedikit merancukan.

Karena saya tahu terhadap nama yang dimaksud, maka surat undangan itu saya titipkan ke bapak RT-nya untuk disampaikan kepada yang bersangkutan agar ia bisa menghadiri undangan itu.

Sialnya, undangan yang saya terima kemarin (diselipkan dari bawah pintu), menuliskan nama saya benar-benar salah telak. Yang benar memakai aksara Z, ladalah itu aksara J yang dipakai, menjadi Jabidi. Cuk!

Salah tulis nama pada undangan ini barangkali bukan saya saja yang mengalami. Hal yang sama tentu dialami juga oleh orang lain. Istri saya pun mengalami beberapa kali, namanya disalah-tuliskan.

Ada adagium purba, “manusia tempatnya salah”. Jadi, maklumi saja kalau nama kita disalah-tuliskan pada surat undangan. Manusia tak luput dari kesalahan. Itulah letak keterbatasan kita sebagai manusia biasa.

Sehingga sebagai disclaimer, di bawah label nama pada surat undangan dicetak tulisan permohonan maaf bila ada kesalahan dalam penulisan nama atau gelar. Demi menghindari rasa tidak nyaman atas kealpaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...