Langsung ke konten utama

Konflik dengan Hukum

Akhirnya kemarin Kamis, 2/3/2023, Polda Metro Jaya menetapkan Agnes kekasih Dandy sebagai tersangka. Berarti status Agnes meningkat dari semula sebagai saksi atas tersangka utama Dandy dan rekannya Shane.

“Secara hukum dengan kata lain status AG berubah menjadi tersangka,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, seperti dikutip Antara, kemarin Kamis, 2/3/2023.

Namun, karena usia Agnes masih 15 tahun dalam artian masih dalam kategori anak-anak sehingga kepadanya tidak diberlakukan status sebagai tersangka, tetapi dengan status sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.

Cukup panjang waktu dibutuhkan kepolisian sejak kejadian penganiayaan pada 20/2/2023 hingga Agnes akhirnya “ditersangkakan” juga. Polisi perlu melakukan pemeriksaan yang melibatkan digital forensik gawai milik tersangka.

Polisi menemukan fakta-fakta baru berupa chat wa dan video dari gawai milik tersangka. Juga memeriksa CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian. Dari hasil pemeriksaan CCTV tersebut dapat dilihat peran-peran tersangka.

Sebelum Agnes akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, melalui pengacaranya Shane menyatakan bahwa Agnes ikut merekam aksi penganiayaan brutal Dandy terhadap David. Dan digital forensik berhasil membuka fakta kebenarannya.

Dengan terkuaknya bukti-bukti digital forensik di gawai yang bersangkutan serta dari rekaman CCTV, secara substansi penganiayaan terhadap David melibatkan ketiganya sebagai pelaku, yaitu Dandy, Agnes, dan Shane rekan Dandy.

Hanya saja, sejak awal ditangani polisi, terhadap Dandy langsung dikenakan status tersangka dan menyusul kemudian terhadap Shane rekan Dandy. Status Agnes semula sebagai saksi, kemudian ditersangkakan juga.

Karena dalam kategori anak-anak itu barangkali polisi membutuhkan waktu untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap peran Agnes melalui digital forensik dan memeriksa rekaman CCTV di tempat kejadian perkara.

Salah satu karangan bunga yang dikirim masyarakat ke Polres Jakarta Selatan, 26/2/2023 (foto: cianjur ekspres)

Sebelum status Agnes ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka, deretan karangan bunga bertuliskan 
“Tangkap Agnes” dikirim masyarakat ke Polres Jakarta Selatan. Dijejer di halaman luber hingga ke jalan raya di depannya.

Anak-anak di bawah umur yang berkonflik dengan hukum sesungguhnya tidak hanya sekali dua-kali, tetapi terjadi berkali-kali, berulang-ulang. Bukan hanya Agnes ini saja, melainkan banyak “Agnes” lainnya di berbagai tempat.

Anak berkonflik dengan hukum menjadi problem sosial yang butuh penanganan dengan melibatkan banyak pihak. Semua lapisan sosial di masyarakat perlu terlibat bersama-sama karena punya tangung jawab moral yang sama.

Mencegahnya, yang paling berperan tentu adalah orang tua, terutama ibu karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak. Madrasah kedua adalah lingkungan sekolah. Tetapi, kebanyakan orang tua sibuk dan guru di sekolah apatis.

Rasanya tidak berlebihan, anak yang berkonflik dengan hukum umumnya berasal dari keluarga yang orang tuanya terlampau sibuk urusan pekerjaan (kantor atau bisnis). Sehingga urusan anak-anak di rumah sering terabaikan.

Secara materi anak dicukupi dengan berbagai fasilitas. Misalnya, motor Harley Davidosn, mobil Lamborghini atau Jeep Robicon. Akan tetapi, secara nonmateri mereka haus. Haus apa? Haus perhatian, kasih sayang, dan dicintai.

Namanya haus, tentu butuh minum. Sayangnya, yang diminum bukan air mineral yang amat menyegarkan, melainkan miras memabukkan. Parahnya tidak cukup miras, ditambahi juga bonus narkotika dan zat aditif lainnya.

Haus, tenggak miras. Berasa pening, nyabu. Dari sekadar iseng terus ketagihan, ujungnya ketergantungan. Untuk memenuhi siklus itu tentu tidak bisa diatasi sendiri, tetapi mesti melibatkan pemakai lain bahkan sekelas bandar.

Miras, sabu, dugem, dan mungkin juga seks adalah “dunia” yang menghidupi orang-orang (anak-anak, dewasa, dan tua) yang kelak kemudian melahirkan konflik dengan hukum. Dampaknya, lembaga pemasyarakatan jadi penuh sesak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...