Langsung ke konten utama

Tersesatlah Awak

Satu-satunya tonggak penanda, yang saya fasih mengingatnya adalah cucian mobil Gading Putih. Ketika penanda itu sudah hilang, tersesatlah awak.

Saya santai saja menyetir sambil memperhatikan di mana posisi cucian mobil itu. Yang saya perhatikan patokannya, ada Tugu Gading Putih. Cuma itu.

Jalan By Pass Sukarno-Hatta yang menurut peraturan sempadan jalan untuk bangunan adalah 25 meter, nyatanya banyak bangunan melanggar.

Tidak terasa saya hampir sampai SMP Negeri 19, berseberangan dengan SPBU By Pass Way Halim. Wah, sudah lewat terlampau jauh ini. Piye tho.

Saya berhenti, menelepon kawan yang juga dapat undangan, menanyakan posisi cucian mobil dan kasih info posisi saya. "Kelewat jauh, Mas," katanya.

Ia kasih ancer-ancer dan menyuruh putar balik arah Rajabasa. Saya ikuti saran dan arahan darinya. Mencermati kembali penanda, jalan pelan-pelan.

Setelah putar balik, sampai depan kantor kecamatan Kedaton, baru ketahuan ternyata ada janur kuning melengkung di mulut jalan masuk arah lokasi.

Kenapa tadi yang jadi patokan Tugu Gading Putih bukan penjor janur kuning. Ini di luar kelaziman karena cucian mobil Gading Putih melegenda.

Lazimnya, orang memperhatikan penjor janur kuning sebagai panduan. Sudah jadi semacam standard umum, nyatanya pasti tak akan membuat tersesat.

Perubahan pesat itu yang menyesatkan saya. Ketika tadi siang hendak menghadiri undangan yang salah tulis nama, tempo hari saya terima. Bikin sebal.

Cucian mobil Gading Putih sebenarnya sudah lama tutup. Namun, karena jarang sekali lewat By Pass, saya jadi ingat-ingat lupa atau lupa-lupa ingat.

Apalagi di bagian depannya, hanya beberapa meter dari bahu jalan sudah ditutup dengan pagar tembok. Makin menghilangkan jejaknya, dahulu bekas apa.

Semacam Tugu Gading Putih penandanya dahulu, sudah dirobohkan. Dan di balik pagar tembok itu, tidak jelas aktivitas apa sebagai penggantinya.

Perubahan adalah keniscayaan. Mencari lokasi pun dimudahkan teknologi. Google Maps membuat mudah, tetapi kadang membuat tersesat juga.

Oh, ya... lokasi hajatan ini Kampung Linsuh namanya. Ada yang menyebutnya Kampung Bali karena banyak orang Bali, kentara dari disain pagar rumahnya.

Dalam sesat pencarian alamat lokasi, saya menemu rumah gede mentereng dalam pagar tembok tinggi. Wah, jangan-jangan pejabat pajak. Tanya dalam hati.

Foto sekadar penghias, nemu di gugel. Lantaran alpa memainkan ponsel jeprat-jepret di lokasi hajatan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...