Langsung ke konten utama

Menemukan yang Seru-seru

ilustrasi foto dari fimela.com

Sejak me-log out-nya, setahun utuh tak pernah tengok-tengok facebook. Instgram masih sesekali ditengok. Lebih intens berselancar di jagad twitter.

Di twitter, banyak hal menyenangkan. Dari yang remeh temeh sampai serius. Dari faktual dan renyah dicerna nalar hingga yang absurd tak berguna.

Dari akun yang baru netas kemarin sore dengan nol follower, sekadar buat ikut-ikutan jadi cebong atau kadrun hingga akun centang biru atau kuning emas.

Dari yang nyeleneh sekadar buat kocak-kocakan hingga serius. Mencakup semua aspek kehidupan terakomodasi dalam poleksosbud dan ranah seni.

Dari yang lebay insan kasmaran, bucin abis dan setia setengah mati. Namun, pada akhirnya kecewa karena diselingkuhi hingga KDRT yang keterlaluan.

Dari yang saru tak elok ditiru seperti yang ngajak vcs. Tanpa mikir panjang berani pap tetek berharap ada para jomlo dan lelaki hidung belang yang sangean.

Dari yang sok bijak nyadur quote filsuf Yunani hingga ustaz yang banyak dibenci dan acap dipersekusi. Padahal, tausiyahnya tak menyakiti siapa pun.

Dari yang wajar sewajar-wajarnya hingga yang iseng cari sensasi demi viral. Sepertinya menjadi viral merupakan sebuah kesuksesan dalam bentuk lain.

Dalam hal ini, curhatan Fajar Sadboy, ABG 15 tahun yang patah hati karena diputus cinta oleh sang pacar seketika viral dan membuat ia jadi bintang.

Jawabannya mbulet ketika ditanya Denny Cagur, siapa paling tua di antara mereka empat bersaudara. Bukan kakak pertamanya, melainkan ayahnya.

Jawabannya yang mbulet itu viral di twitter dan tiktok. Mengundang reaksi netizen, ada yang menganggapnya lucu. Ada yang gemes dan kesal.

Fajar diundang stasiun TV. Berujung memicu Deddy Corbuzier emosi dan melayangkan protes ke KPI. Muncul ujaran stop making stupid people famous.

Alhasil di twitter, isinya orang-orang dengan segala ulah laku. Dari yang tindakan bodoh, tetapi justru viral. Sementara ada yang pintar. Namun, tak viral.

Di twitter banyak menjumpai tidak sekadar orang demen ngetwit dengan profil kopong, tetapi memiliki bio profil sebagai blogger yang rajin memposting.

Bila jumpa blogger yang di profilnya mencantumkan alamat situs blognya, saya sempatkan mengeklik. Ngaso sejenak membaca isi postingannya.

Tidak semua masih aktif memposting tulisan. Ada yang sudah lama vakum. Ketika ketemu yang aktif posting tiap hari, saya terkagum-kagum dibuatnya.

Kagumlah, kok bisa nemu saja ide dan inspirasi tulisan. Orang seperti itu tentu menghayati sekali dunia blog. Sudah sampai taraf nikmatnya ngeblog.

Kalau ibarat bercinta, mereka sudah sampai klimaks. Sudah orgasme berkali-kali alias multiorgasm. Sudah sampai puncak kenikmatan paling tinggi.

Itulah yang membuat saya asyik masyuk selancar. Menggairahkan sehingga mengundang decak kagum. Menggelikan, sudut bibir tertarik, tersenyum.

Tak jarang, seringkali melantangkan tawa, bila menemukan yang seru-seru. Seru dalam arti bukan hanya sekadar teks, melainkan juga disertai visual.

Teks terbaca disertai visual gambar natural atau hasil olah kreasi sehingga menjelma meme, bukankah itu seru. Meningkatkan hormon dopamin.

Kenapa orang bisa cemas, berperilaku impulsif dan destruktif, dicekam rasa khawatir berlebihan bahkan stres berat? Karena kekurangan hormon dopamin.

Makanya saya lebih intens berselancar di twitter dan meninggalkan facebook. Istri saya pun demen nebeng ngebaca twit orang-orang melalui akun saya.

Dia kadang nggetu men-scroll buat ngebaca reply. Bila ada yang lucu dia ketawa. Padahal, bisa jadi sebuah ke-asurd-an belaka. Tak sepenuhnya lucu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...