Langsung ke konten utama

Di Depan Mata


Tadi pagi ada halo-halo di TOA masjid, akan ada kegiatan pemeriksaan balita di posyandu. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap bulan yang merupakan kerja nyata para kader posyandu sebagai perpanjangan tangan pemda dalam menjalankan program di bidang kesehatan masyarakat, menjadi wujud nyata dan bukan slogan belaka.

Yang menarik tidak hanya kegiatan pemeriksaan balita, tetapi juga ada kegiatan vaksinasi. Rumah yang dijadikan tempat kegiatan Posyandu letaknya hanya sepelemparan batu dari rumah kami. Selain mendengar pengumumannya di masjid tadi, praktis bila hendak keluar gang saya harus melewati Posyandu itu.

Keluar gang, begitu kami menyebutnya karena letak rumah kami di jalan yang buntu. Banyak orang yang mencari alamat terjebak dan kecele di gang ini. Driver ojol yang mengantar penumpang pun sering kesasar dan terpaksa putar balik untuk mencari ke gang lainnya. Penjual sayur keliling masuk lalu keluar lagi.

Di postingan terdahulu perihal vaksinasi, pada mulanya betapa susah mencari tempat vaksin. Di RSUDAM peserta yang mendaftar online dan offline bertemu menimbulkan kerumunan. Dibubarkan aparat polisi, tak jadi vaksin. Di Kodim harus punya nomor antrean baru boleh masuk. Nyari nomor antrean itu piye?

Semula vaksinasi masif untuk nakes, guru, dan lansia. Saat itu, sejak sehabis lebaran, untuk masuk kategori lansia harus nunggu sekian bulan lagi. Baru sehari setelah perayaan Hari Sumpah Pemuda kemarin saya masuk kategori lansia. Tetapi, beruntungnya saat tiba tanggal keramat itu, saya sudah divaksin dua dosis.

Hari ini tadi benar-benar Jumat barokah. Ada vaksinasi di depan mata. Dilakukan di posyandu. Kenapa nggak dari dulu-dulu, Bro? Padahal, cerita mbak ipar di Mojokerto, di tempatnya vaksin bisa dilakukan di posyandu. Ramai perbalahan di WAG keluarga perihal susahnya vaksin di Lampung dan mudahnya di Jawa Timur.

Vaksin di depan mata, di posyandu tadi, sedikit banyak memudahkan warga yang barangkali kesulitan mendapatkan vaksin (seperti saya dulunya). Saya mendekat dan diam-diam mengambil foto kegiatan vaksinasi tadi. Tidak sempat menghitung, tetapi sepertinya lumayan banyak yang vaksin. Senangnya mereka. Tentu!

Kegiatan vaksinasi di posyandu sudah barang tentu mempercepat kerja vaksinasi masal. Barang tentu juga mengurangi serbuan orang yang ingin divaksin, yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Seperti yang terjadi di RSUD Abdul Moeloek pada Kamis (12/8/2021). Kalau begitu kan penyelenggaraannya terkesan kusut masai.

Vaksinasi di posyandu tentu meringankan beban rumah sakit atau puskesmas. Kalaupun tidak jemput bola dari rumah ke rumah, melalui posyandu warga merasa lebih dekat dan tak memakan ongkos bagi yang harus naik kendaraan umum. Vaksinasi di posyandu akan lebih tepat sasaran karena dekat dengan obyek yang dituju.

Ya, tho...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...