Langsung ke konten utama

Google

Google doodle 27 September 2021

Hari ini Google ulang tahun ke-23. Masih muda ya usianya. Kalau ibaratnya manusia, usia seperti itu masuk kategori dewasa. Dan ”kedewasaan” Google memang luar biasa. Sejarah mulanya berasal dari pertemuan dua orang ”teman” Sergey Brin dan Larry Page, yaitu ketika Sergey Brin ditugaskan memandu Larry Page untuk mempertimbangkan Standford University sebagai pilihan tempat studi pascasarjana.

Setelah akhirnya sama-sama studi di universitas tersebut, keduanya merintis pembangunan mesin pencari bersama.  Mulanya diberi nama Googol, namun banyak di antara investor melakukan typo saat menuliskannya menjadi Google, maka diputuskanlah mengubah namanya menjadi Google. Pada 4 September 1998 secara resmi beridrilah Google Inc. Tak henti di pendirian, namun terus dilakukan pengembangan.

Pengembangan meliputi penggunaan berbagai bahasa di dunia agar setiap orang di seluruh dunia bisa merasakan manfaatnya secara luas dan merata. Lebih dari 100 bahasa di seluruh dunia meng-cover kepentingan pencarian di Google, dilakukan oleh bukan hanya miliaran, melainkan triliunan orang di seluruh dunia. Ketergantungan orang terhadap Google dalam memecahkan masalah apa pun melebihi segalanya.

Tak ada hal apa pun yang tak bisa diselesaikan dan dicarikan solusinya oleh Google. Dari Barat ke Timur, dari Utara ke Selatan, dari belahan benua mana pun orang-orang bisa saling menemukan jejak dan terhubung berkat bantuan Google dan platform media sosial. Yang hilang kembali pulang, yang tersesat menemukan jalan. Begitulah adanya.

Teman benaran dan ”teman” setelah berkenalan melalui media sosial atas bantuan Google, lalu saling terhubung dan menjalin komunikasi. Yang semula kehilangan jejak jadi saling menemukan, yang awalnya tak saling kenal jadi akrab meski hanya di dunia maya. Pun yang rindunya setengah mati tak tertanggungkan, akhirnya jadi terobati.

Apa saja di Google yang bisa menjembatani semua hal di atas? Terutama Google Search, lalu lainnya adalah Chrome, Gmail, Google Maps, Google Drive, Google Calendar, Google Earth, Google Search Book, Google News, Google Docs, Blogger, Google Group, Google Meet, Google Clasroom, Google Page Creator.

Itu doang? Oh, masih ada kok. Seperti YouTube, Google Play Film, Google Hangout, Google Foto, Google SketchUp, Picassa, Google Costume Search Engine, Google Notebook, Google Jamboard, dan pernah ada Google+ (tapi sudah ditutup). Sebagian aplikasi di atas sudah tertanam seacara otomatis di smartphone.

Apa saja fungsi masing-masing aplikasi Google di atas? Yah, silahkan tanya ke Google. Ah, malas amat ngejelasin. Bukan malas, melainkan moh. Ngko dak kedawan tulisan iki. Intinya, di hari ulang tahun ke-23 Google ini, kita layak mengucapkan selamat ulang tahun, Google. Dan tentu berterima kasih pada kedua pendirinya.

Nah, merayakan ulang tahun ke-23 Google, ini saya merasa sangat bersyukur adanya kemudahan yang diberikan Google. Terutama platform media sosial facebook, melalui facebook kita bisa kembali bertemu dengan kawan satu sekolah, satu kampus, atau satu kost yang setelah berpisah saling kehilangan jejak.

Ada yang setelah 30 tahun tidak bertemu, akhirnya bisa saling sapa di beranda facebook. Melalui facebook juga kita bisa tahu apa saja kegiatan orang yang meski tidak bertemanan langsung dengan kita, namun karena terhubung dengan teman facebook kita, sehingga kita pun jadi tahu, seolah kita sedang ”mengintip” mereka.

Melalui Google saya tercekat kala membaca kabar duka wafatnya putri Aminoto Unzir yang diposting temannya alumni SMAN 2 Jogja. Jantungku berdegup kencang, campur aduk perasaan bergelora di ruang dada, antara sedih atas suasana duka yang menyelimutinya dan sejumput cerah harapanku menemukan jejak keberadaannya.

Melalui facebook saya bisa tersambung kembali dengan Aminoto Unzir, kawan semakan-seketiduran di Jogja masa 1983-1986. Sesama aktivis HMI Komisariat AMP YKPN. Namun, karena pertengahan 1986 saya hijrah ke Malang untuk studi S1 di UWG, kami pun terpisah jarak, ruang, dan waktu. Saling memendam rindu.

Telegram Indah dari Aminoto Unzir

Awal tahun 1987, secara mengejutkan ia muncul di kost saya di Jl. Candi Badut, Malang. Katanya baru pulang dari Kalimantan dan sempat mampir ke tempatku. Kabar terakhir tentangnya pada momen Idulfitri tahun 1994, ia mengirim Telegram Indah ucapan selamat hari raya. Alamatnya tertera Kantor BCA Samarinda. Sejak itu putus kontak.

Sejak tersambungnya jalinan pertemanan di facebook pada 14 Februari 2021, sudah dua kali kami berdua bertemu dan ngobrol ngalor-ngidul. Pertama di lobby Ayaartta Hotel Malioboro Jl. Ahmad Dahlan, Jogja (17 Maret), saat putra bungsu kami wisuda. Berdua asyik ngobrol, tak terasa hingga pukul 23 malam, ia pamit.

Pertemuan kedua, Minggu, 26 September 2021 malam di area santai lantai 2 Mozy’s Guest House, Jl. Z.A. Pagaralam, Gedungmeneng, Bandar Lampung. Ia transit di Bandar Lampung City untuk kembali ke Jogja Senin siang (tadi) sehabis pulang ke Krui dan Pulau Pisang sehubungan dengan wafatnya Udonya, pada Jumat lalu. 

Lagi kami berdua asyik ngobrol tentang banyak hal, tak terasa sudah pukul 23.30, saya pun pamit. Google, facebook, dan WhatsApp jadi medium keterhubungan orang-orang yang berjauhan, orang-orang yang merawat rindu untuk bertemu. Semua yang semula buntu, akhirnya bisa terlepas, berkat Google, facebook, dan WA.

Selamat Ulang tahun, Google.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...