Langsung ke konten utama

Bergetar

”Innamal mukminuunalladzina idza dzukirollahu wajilat qulubuhum waidza tuliyat 
’alaihim ayatuhu zadathum imaana wa’ala robbihim yatawakkaluun.” 
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila 
disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka 
ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal).
(Q.S. Al-Anfaal [8] : 2)

Jagat infotainment heboh oleh gema suara mirip tiupan terompet Sangkakala. Suara mengaum yang hanya terdengar di beberapa kota di Amerika Serikat dan sebagian negara Eropa, Jerman, Kanada, Belarus, dan Benua Australia, tersebut diunggah ke YouTube pada 6-7 Mei lalu. Mirip Sangkakala. Ya, kalau hanya sekadar mirip tidak apa-apa, boleh dan sah-sah saja mengatakannya seperti itu.

Siapa manusia di Bumi ini berani mengklaim tahu persis kapan Terompet Sangkakala akan ditiup Malaikat Isrofil? Jangankan manusia awam, Nabi Muhammad SAW sendiri tidak tahu persis. Hanya Allah SWT yang Mahatahu, dan hanya atas Perintah-Nya baru Malaikat Isrofil bisa meniupnya. Kapan waktunya? Malaikat Isrofil sendiri pun tidak tahu.

Lalu, apakah gerangan suara misterius yang hanya didengar oleh penduduk negara Eropa dan Benua Australia yang mayoritas nonmuslim itu? Menurut analisis LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), melalui kepalanya Prof. Thomas Djamaluddin, suara itu bukan dari luar Bumi. Apabila ada unsur dari luar angkasa, kemungkinan besar dari benda antariksa seperti komet, asteroid, hingga meteor yang betul-betul jatuh atau menabrak Bumi.

Sementara menurut badan antariksa Amerika Serikat, NASA, suara terompet tersebut bisa dibandingkan dengan musik latar yang biasanya dapat didengar di klasik film fiksi ilmiah. Namun, para pakar menekankan bahwa suara yang datang dari Bumi bukan fiksi ilmiah. Emisi radio alami dari planet Bumi seperti ini yang sangat banyak dan lumrah terjadi, kata NASA.

tampilan tulisan di rubrik kacamata zabidi yakub, Lampung Ekspres Plus, Senin, 1 Juni 2015

Kita patut berterima kasih kepada Heinrich Hertz (1857-1894) yang telah menemukan Teori Getaran, sehingga para pakar gelombang suara mampu menghasilkan berbagai temuannya. Di antara temuan itu disimpulkan bahwa bunyi-bunyian adalah produk dari getaran simultan. Semakin lemah getaran, semakin longgar frekuensi getarannya. Semakin keras getaran, semakin rapat frekuensi getarannya.

Sebagai bukti bahwa bunyi tercipta dari getaran, perhatikan suara yang dikeluarkan mulut seseorang, itu dihasilkan dari getaran pita suaranya. Lalu udara sekitarnya bergetar dan gelombangnya ditangkap membrane dalam genderang telinga sehingga segala yang terucap dapat dimengerti. Begitu pula suara yang keluar dari perangkat audio (radio/televisi) digetarkan oleh membrane yang terdapat dalam speaker dan dipancarkan ke udara lewat foton lalu ditangkap lagi oleh genderang telinga yang bergetar. Sehingga semua suara dapat terdengar dan dimengerti.

Kalau begitu, suara mengaum mirip tiupan Sangkakala itu, sangat mungkin dihasilkan dari getaran bunyi yang terjadi. Hanya, asal bunyi itu yang tidak diketahui pasti, apakah dari dalam perut Bumi atau luar angkasa. Tapi, bisa jadi itu adalah efek getaran bumi setelah terjadinya gempa 7,8 SR di Nepal pada Jumat (1 Mei 2015) dan tanda-tanda akan terjadinya gempa 8,5 SR di sebelah timur Jepang pada Sabtu (30 Mei 2015) pukul 19.55 WIB.

Dalam hal iman/keimanan seseorang pun tidak lepas dari getaran. Getaran rasa beriman di dalam kalbu mirip gelombang sinus. Istilah Nabi Muhammad SAW; kadang yazid kadang yankus (naik-turun). Itulah sebab, iman seseorang kadang naik kadang turun (ibarat air laut, ada pasang-surutnya). Ketika keimanannya sedang naik, walau dalam keadaan sakit payah pun seseorang tetap mendirikan salat. Sebaliknya, bila imannya sedang turun, walau sehat walafiat dan segar bugar, seseorang akan lupa kewajibannya sebagai hamba Allah SWT.

Begitu juga masalah hubungan sosial, juga digerakkan oleh getaran. Orang akan tergetar rasa ibanya bila menyaksikan bencana atau masalah sosial lainnya. Sehingga tergerak untuk mengulurkan bantuan dalam bentuk materiil maupun spiritual. Dan bantuan itu semata-mata dilandasi rasa kasih sayang sebagai makhluk sosial yang beriman, bukan untuk mendapat pujian atau pamrih lainnya.

Getaran iman juga besar pengaruhnya terhadap tindak tanduk seseorang. Seorang pemimpin yang memiliki getaran iman yang kuat, sejatinya tidak akan melakukan tindakan di luar kewajaran, seperti korupsi, manipulasi, diskriminasi, dan perilaku tak terpuji lainnnya. Kalau getaran imannya lemah, itulah yang menyebabkan seorang pemimpin atau siapa pun terjerumus ke dalam perbuatan keji dan mungkar.

Tak sedikit dari mereka yang bilang merinding mendengar suara mengaum mirip tiupan Sangkakala itu. Mendengar pernyataan itu saya merasa aneh, tapi coba menafsir makna merinding yang mereka rasakan. Kalau sama merindingnya ketika mendengar kumandang azan dari corong speaker masjid, mungkin masuk akal. Artinya, ada getar keimanan yang mendasari rasa merindingnya mereka. Tapi, bila mendengar azan tidak merasakan apa-apa, rusakkah gelombang getar dalam hati mereka?

Sebab, bila kembali kepada kutipan ayat di atas, seyogianya rasa merinding itu akan terbit bila mendengar Asma Allah disebut. Itu, artinya, gelombang getar di dalam kalbu berfungsi dengan sempurna. “wajilat qulubuhum” bergetarlah hati mereka. “waidza tuliyat ’alaihim ayatuhu, zaadathum imaana”, kemudian jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka. Dengan demikian, adakah hubungan yang signifikan antara getaran hati dengan rasa keberagamaan seseorang?

Akhir Mei 2015

| Warahan | LAMPUNG EKSPRES Plus | Senin, 1 Juni 2015 |





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

"Repot Nasi"

Aktivis 98 Bandung dan Jakarta berkumpul di Gedung Sate, Bandung dalam memperingati 27 tahun reformasi. Bandung, 21 Mei 2025. (gambar: strategi.id/Bobby san) Pada hari ini, 27 tahun lalu, Jendral Besar Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI atas desakan beberapa tokoh, di antaranya Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Madjid, dll. setelah gerakan mahasiswa menuntut dilakukan reformasi tak terbendung, dengan puncak didudukinya Gedung DPR/MPR oleh elemen mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan juga luar Jakarta. Beberapa tokoh yang dikomandoi Amien Rais --yang kemudian membuatnya dijuluki Bapak Reformasi-- mendesak Soeharto untuk mundur sebagai presiden. Setelah didesak Harmoko (Ketua DPR), Soeharto pun menyerah lalu menyampaikan pidato. Namun, bukan mundur atau meletakkan jabatan yang jadi narasi dalam pidatonya, melainkan berhenti . Dengan tenang ia mengatakan, "Saya menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia terhitung mulai hari ini." Pagi menjelan...