Akhir pekan, jare wong londo weekend, alang baiknya dimanfaatkan untuk olahraga tipis-tipis, yang ringan-ringan saja, seperti jalan kaki atau jogging, senam, atau yang lebih butuhkan stamina adalah badminton, volley, tenis, bersepeda. Orang mengistilahkan gowes. Berpuluh-kilometer.
Sudah lama saya
tidak jalan subuh sepulang salat di masjid. Dulu bersama ‘teman jalan
subuh’ rutin saya lakukan. Akhirnya memindahkan jadwal. Bukan lagi di waktu
subuh, melainkan pagi hari tatkala sebutir matahari menetas dari kokok embun ambang subuh.
![]() |
| Sebutir matahari menetas dari kokok embun |
Saya sendiri saja. Kadang bersama istri. Jika sedang kebetulan bertemu tetangga belakang, berdua sama dengannya. Jarak jelajahnya lebih jauh, naik ke arah atas Blok O, N (masjid Al-Anshor atau Kelurahan) lalu masuk ‘Bukit Mutiara’ melaju ke arah Blok J, K, dan L.
Dari sana turun ke
arah bawah, Blok R, S. T, U, masuk Blok Z, Y, W, lalu naik ke Blok V dan
berakhir di Blok P tempat kami berdiam. Kadang agak heran, sebegitu jauh
perjalanan, badan hanya sekadar hangat belaka, tak sampai berkeringat ngrobyos membasahi badan.
Kalau makan,
jangan tanya, insyaallah keringat saya ngrobyos.
Begitulah tipikal ulun Lampung atau
orang berdarah Sumatra, apabila bekerja tidak keringatan, tapi saat makan yang pedas-pedas, keringat di muka dan badan, bisa membuat kuyup kaus atau baju.
Hari ini Yayasan
Hari Puisi Indonesia (YHPI) rayakan Hari Puisi Indonesia (HPI) 2025,
dipusatkan di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM). Diambil dari
tanggal lahir Chairil Anwar si Binatang Jalang, 26 Juli 1922. Lahir di Medan, Sumatra Utara.
Ada yang sudah merayakannya 28 April lalu. Berdasar tanggal wafatnya “Si Rebo”, 28 April 1949 di Jakarta. Jasad penyair besar ini dimakamkan di TPU (Taman Pemakaman Umum) Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 29 April 1949 atau esok harinya.
Untuk merayakannya,
saya membuat puisi di bawah ini.
Sebutir
Matahari
Puisi Zabidi
Yakub
Sebutir
matahari menetas
dari kokok embun di ambang subuh
tatkala pejantannya menyibak kelambu
tangisnya melengking
meningkahi shalawat tahrim
sebelum gema azan berkumandang
saling bersahutan di kaki langit
Yang
diselimuti hawa bediding
menebalkan dengkur, berlapis-lapis
Sepasang
terompah melangkah
dari teras rumah di ambang subuh
tatkala air wudu belum mengering
dinginnya menggidikkan
meningkahi getar jemari mengeja tasbih
sebelum ikamah diserukan
saling merapikan barisan, kemudian
Yang
berjemaah di masjid, beruntung
“salat itu lebih baik daripada tidur
Sepasang
sepatu mengukur nasib
dari pintu pagar menuju jalan besar
tatkala pagi bernama Sabtu tersenyum
semangatnya menggairahkan
meningkahi denyut nadi di tepi jiwa
sebelum terlalu tua usia kita
saling mengingatkan, “rajin jalanlah”
Yang
masih sehat di usia senja, bahagia
jalan pagi dan rajin ngopi, kuncinya
Kemiling Permai, 26 Juli 2025
#SelamatHariPuisiIndonesia

Komentar
Posting Komentar