Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia.
Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka,
ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa
Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah
masing-masing penulisnya.
![]() |
| Buku-buku yang joss tenan |
Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul
merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan
dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di-crop tertinggal
bagian dada dan kepala saja.
Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah
buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang
kebetulan saya sedang tidak berada di rumah karena menghadiri acara Temu Karya
Serumpun (TKS) di Jember.
Dalam buku “Zamrud” terhimpun 113 penulis puisi. Masing-masing penulis pada
mulanya dibolehkan mengirim 5 puisi, tapi kemudian hanya 4 puisi yang
dimuat. Dengan begitu, dalam buku antologi ini terhimpun 113x4=452 judul puisi,
tebal buku xviii+474 halaman.
“Sastra Jalan-jalan” yang saya sematkan jadi judul postingan kali ini, mengingatkan saya pada buku kumpulan esai sastra “Jalan Sastra Lampung” yang di dalamnya, esai
saya judul “Merindu Negeri Ujung Pulau, Negeri Para Penyair” dinobatkan sebagai juara
harapan II.
Bersamaan dengan dua buku di atas, buku “Semesta Ingatan” karya Komunitas Sastra Timur Jawa, saya bawa langsung dari Jember karena saya
hadir di Temu Sastra Serumpun di Seger Nusantara dan Museum Tembakau Jember,
sekalian sambil healing bareng istri.
Saya ke Jember membawa istri karena setelah dia pensiun sebagai guru, bukan
sekadar ‘banyak waktu luang’ dimilikinya, melainkan melimpah waktu luangnya. Karena
itu, kian leluasa untuk pergi ke sana kemari pelesiran, pakansi, piknik,
jalan-jalan, hapy-happy.
Memang dipesankan anaknya, “Ibu pensiun jangan di rumah saja. Pergi
jalan-jalan.” Nah, seperti guyonan sering kami berdua guraukan, “menikhidup”
agar hidup ini bahagia. Jangan “menikmati” nanti cepat mati. Begitulah, acara
sastra saya, kesempatan jalan-jalan baginya.
Dimulai dari menghadiri Jambore Sastra Asia Tenggara di Banyuwangi, 24–26
Oktober 2024. Hadir di puncak Perayaan Hari Puisi Nasional (PHPN) di Teater
Kecil Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) launching buku "Si Binatang Jalang", 28–29 April
2025.
Dan, ke Jember 25–26 Oktober 2025 dalam perhelatan acara Temu Karya Serumpun,
peluncuran buku antologi “Semesta Ingatan” yang memuat puisi penyair negara serumpun
Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, dan Timor Leste.

Komentar
Posting Komentar