Angkot yang bertahan meniti zaman. Bemper kopong, plat nomor mbuh , knalpot racing. Di sebuah obrolan via video call pada suatu malam, anak kami yang jadi pekerja perantau di Surabaya, bertanya apakah masih ada angkot di Bandar Lampung, kota yang ditinggalkannya setamat SMA tahun 2012 karena kuliah di Solo dan ke Surabaya tahun 2016. ”Ada satu dua,” jawabku. ”Apakah masih ada penumpangnya,” lanjutnya. ”Masih ada, sih , dari berbagai kalangan,” jelasku. Saya jawab ada itu karena faktanya memang masih sering melihatnya terseok-seok menyusuri jalan ZA. Pagaralam, Teuku Umar, dan Imam Bonjol. Sehabis mengantar istri ke rumah mbak Sas di dekat SMA Gajahmada, karena mereka hendak pulang ke Pacitan sehubungan Ibunda yang berpulang ke Rahmatullah, Rabu pagi kemarin, jadinya mereka akan pulang bersama-sama satu mobil, berangkat sekira pukul 11.06 WIB. Pulang dari sana, menyusuri Jalan Kiyai Maja, motor saya mengiring beberapa angkot trayek Way Kandis—Terminal Pasar Bawah. Angk...