Langsung ke konten utama

Rumah tak Bertangga

Dua acara hajatan ‘ngunduh mantu’ kami datangi siang tadi. Satu di Kota Metro, kami datangi duluan. Andung Datuk si mempelai putra tetangga di depan rumah. Sedang satu lagi tetangga di RT sebelah, ayah si mempelai putra adalah ketua takmir masjid kami. "Selamat, ya....."

Yang di Metro sudah akad nikah di Lahat pada 26 April '25 dan yang tetangga sebelah RT akad nikah di Kota Agung pada 2 Juli '25. Kebetulan belaka, tanggal ‘ngunduh mantu’ sama-sama 12 Juli. Dan ternyata suvenirnya pun sama, yaitu bilah papan ‘talenan’. Sedang musim, kali, ya.

Contoh rumah minimalis (gambar: Rumah123)

Mereka, si pasangan mempelai akan memulai perjalanan terjauh, yaitu ibadah seumur hidup. Menegakkan bangunan rumah tangga yang tak pasti atau belum tentu ada tangganya. Rumah di perkotaan masa kini umumnya berupa cluster serba minimalis. Lahan dan bangunan minimalis.

Kendati minimalis, akan tetapi harganya nggak minimalis, bahkan bisa jadi maxi-malis. Kalau memakai celana dalam sebagai sampel, mini itu ukurannya pendek (di bawah pusar), sementara maxi ukurannya tinggi (menutupi area perut di atas pusar). Di antara mini dan maxi, ada midi.

Midi adalah ukuran penengah antara mini dan maxi. Jadi pilihan apabila tak suka mini maupun maxi. Tipe seperti ini tingginya di antara mini dan maxi. Saya menganalogikan rumah dengan properti pembungkus bagian tubuh privat itu, gambaran rumah disebut minimalis karena luas lahannya berkisar 60 sampai 72 meter persegi.

Tingginya harga rumah di kota besar, membuat milenial dan gen Z harus kerja keras menggapai penghasilan maksimal agar bisa kebeli rumah. Jika tidak bisa, maka susah bagi mereka memiliki rumah ketika akan menegakkan ‘rumah tangga’.

Di sekitar Natar hingga Branti banyak komplek perumahan yang dibangun pengembang swasta. Yang unik, terbaca namanya menggunakan kata ‘sejahtera’ walaupun kenyataannya belum tentu, tapi begitulah cara para pengembang berjualan.

Menjual brand, strategi pemasaran yang mereka lakukan. Sasarannya pasangan muda yang baru menikah. Faktanya, penghuni cluster-cluster di kota besar memang kebanyakan pasangan muda yang baru memulai (beribadah) berumah tangga.

Pasangan berpenghasilan besar, kekecualian bagi rumah cluster minimalis. Mereka membidik apartemen sebagai pilihan yang ideal. Ini bentuk ‘rumah tak bertangga’ karena untuk mengakses unit yang di lantai atas, mesti menggunakan lift.

Setiap apartemen niscaya ada tangga, gunanya hanyalah untuk keadaan urgensi, misalnya saat terjadi musibah kebakaran, tangga akan menjadi satu-satunya akses dalam menyelamatkan diri. Sangat tidak dianjurkan menggunakan lift.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...