Kursi Roda Ibu Ani
![]() |
Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. |
Bagaimana bisa
melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti
Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku.
Sewaktu mudik ke
Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Ada
satu foto yang memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National
University Hospital Singapura.
Foto Ibu Ani duduk di
kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri
selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan
sambil berbincang akrab.
Saya sebenarnya
penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga
wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun
Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu.
Guna memadamkan kerinduan
kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan yang mengganggu
psiklogisnya ke dalam bentuk tulisan. Maka, lahirlah buku “Ainun dan
Habibie”, diangkat ke layar lebar.
Semisalnya Pak SBY
menulis buku, apa pun judulnya, tentang memori terindah dan suka duka selama
tidak sedetik pun meninggalkan Ibu Ani di rumah sakit, tentu akan menarik
sekali. Bisa jadi akan diangkat ke layar lebar.
Buku “Seperti Roda
Berputar” dan kursi roda Ibu Ani yang terpajang di museum dan galeri SBY-ANI,
sungguh membuat saya trenyuh. Ketrenyuhan itu yang kiranya bikin bandul
timbangan susah untuk menjadi seimbang.
Jika bandul timbangan lebih
berat di sebelah rasa sedih, maka jalinan cerita akan sedih melulu. Tetapi,
jika bandul timbangan dibuat berat di sebelah senang, maka jalinan cerita
begitu absurd. Mana ada sakit kok bisa senang.
Yang sangat mungkin
adalah membuat bandul timbangan mengayun-ayun antara sedih dan kesadaran bahwa di kala sakit, apa pun jenis penyakitnya, adalah batu uji bagi kesabaran menerima takdir
Allah SWT. Begitukah?
Komentar
Posting Komentar