Langsung ke konten utama

Negara Paling Sejahtera

Lumayan banyak wanita Indonesia dipersunting oleh pria bule berbagai bangsa. Kenapa? Karena orang Indonesia terkenal humble. Wisatawan mancanegara mengakui hal itu. Di Bali, bule berbagai bangsa bejibun banyaknya, tinggal menetap bahkan membuka usaha (ada yang legal, tak sedikit pula yang ilegal, bermasalah hukum).

Bule yang tajir, pertama datang ke Indonesia hanya sekadar buat pakansi menggunakan visa turis. Dalam kesempatan itu, mata jeli mereka, meneropong, apakah ada peluang untuk bisa menetap dan membuka usaha. Dan bagaimana caranya, otak jenius mereka berpikir tentang kemungkinan yang bisa ditempuh dan mencari jawaban.

Hasil penelitian Harvard University (Tajuk Nasional)

Ada yang menempuh cara dengan menikahi wanita Indonesia. Dengan akata nikah itu, mereka bisa mengajukan untuk menjadi WNI. Menetaplah mereka, membangun keluarga, membeli tanah lalu membangun rumah. Bila memiliki hoki bisa mendapat lahan di pesisir laut, mereka bangun resort.

Secara ekonomi, posisi Indonesia tidaklah menonjol-menonjol amat di mata dunia. Tetapi, secara kultur yang dikenal humble tadi, ketika Harvard University melakukan penelitian dengan melibatkan 203.000 responden dari 22 negara. Hasilnya? Good, Indonesia dinyatakan sebagai negara paling sejahtera nomor 1 di dunia.

Ada 7 variabel penting yang diukur. Yaitu; kesehatan, kebahagiaan, makna hidup, hubungan sosial, keamanan finansial, karakter pro-sosial, dan spiritual. Hasilnya mengejutkan dunia, Indonesia meraih skor tertinggi, yaitu 8,47 meninggalkan negara-negara maju seperti AS di peringkat 12 dan Inggris peringkat 20.

Hasil penelitian itu diterbitkan di Nature Mental Health, jurnal ilmiah yang dikelola Harvard University dan bereputasi global. Temuan itu telah melalui kajian akademik yang ketat, diakui oleh komunitas ilmiah internasional. Dunia secara objektif mengakui masyarakat Indonesia berkelimpahan kebahagiaan.

Kembali kepada asumsi di awal tulisan, bahwa banyak bule mengakui orang Indonesia ramah dan humble, menjadi alasan bagi responden di 22 negara yang terlibat dalam penelitian tersebut, untuk memberikan jawaban berdasar fakta sebenarnya yang berdasar pengalaman empiris mereka dari interaksi sosial.

Mengapa Indonesia bisa mengungguli negara-negara kaya lainnya? Kembali saja kepada kesadaran yang kita alami dalam kehidupan bermasyarakat. Tegur sapa, ramah tamah, gotong royong, guyub rukun, simpati dan empati (kepedulian), masih kental dilakukan dan dipegang sebagai falsafah hidup, berpedomani Pancasila.

Dalam hasil penelitian itu, istilah yang dipakai adalah flourishing. Maknanya bukan sekadar bahagia, melainkan mengandung pengertian bahwa seseorang tidak hanya merasa senang, tapi juga sehat secara fisik dan mental, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan dikelilingi oleh hubungan sosial yang kuat (egaliter, harmonis, dan inklusif).

Kendati tidak kaya-kaya amat, masyarakat Indonesia ringan tangan berbagi. Itulah yang menunjukkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dinyatakan berkelimpahan secara menyeluruh. Terutama dalam dimensi spiritual, yaitu kesadaran bahwa di dalam rezeki yang diperolehnya, ada hak orang lain.

Peduli terhadap sesama di tengah dunia yang semakin individualistis, Indonesia tetap bertahan sebagai bangsa yang menempatkan hubungan manusia sebagai kebahagiaan. Itu menjadi kekuatan luar biasa. Dalam bahasa lain, flourishing adalah bentuk paling utuh dari kesejahteraan manusia. Mencakup sejahtera lahir batin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...