“Perpustakaan adalah jantung peradaban, dan pustakawan adalah nadinya. Pustakawan memiliki peran vital sebagai penjaga pengetahuan, pengelola informasi, dan penggerak literasi.”
–T. Syamsul Bahri
(Ketua Umum Ikatan Pustakawan Indonesia)
Disampaikan dalam
peringatan Hari Pustakawan Indonesia di Jakarta, 7 Juli 2025
***
Nah, jantung lagi, nih. Kalau
kemarin tulisan di blog ini mengapungkan gumam bahwa Surah Yasin adalah
jantung Al-Quran. Dengan mengutip pernyataan Ketua Umum Ikatan Pustakawan
Indonesia di atas, akan menjadi mafhum kita, bahwa dalam konteks manusia, jantung
adalah organ vital untuk manusia bisa hidup. Jantung bermasalah, manusia bisa mati.
Sebagaimana dikatakan
Bapak T. Syamsul Bahri di atas, perpustakaan adalah jantung peradaban, maka akan
menjadi mafhum kita, bahwa peradaban suatu bangsa ditentukan oleh organ vital
yang membuat beradab atau tidaknya, dalam hal ini perpustakaan, maka seberapa besar perannya membentuk dan menghidupi peradaban suatu bangsa tersebut.
![]() |
Salah satu ruangan di Perpustakaan Nasional yang berhadapan langsung dengan Monas |
Perpustakaan dalam arti ruang besar berisi rak-rak buku lengkap dengan koleksi bukunya, tidak usah ditanya berapa banyak jumlahnya di negeri kita ini. Setiap institusi pendidikan jenjang PAUD/TK hingga perguruan tinggi, niscaya memiliki ruang besar yang berisi rak-rak buku berikut ribuan judul buku itu. Betapa hidupnya peradaban di institusi pendidikan.
Begitu juga, setiap
daerah dari tingkat kabupaten hingga provinsi, sudah barang tentu memiliki gedung perpustakaan daerah. Gedung itu niscaya megah dan ruang baca nyaman, berpendingin
udara, barangkali ada yang dilengkapi tempat kongkow, ngopi, fasilitas ibadah (musala). Bahkan ada desa bisa membentuk perpustakaan dengan memanfaatkan dana desa.
Namun, jantung peradaban
bernama perpustakaan, itu ramai pengunjungkah? Saya sendiri pun harus mengakui –dengan
menahan rasa malu– bahwa tidak pernah ke perpustakaan semenjak meninggalkan
bangku pendidikan. Waktu masih sekolah dan kuliah, jelas sangat harus ke
perpustakaan untuk meminjam buku yang saya tidak punya, buat penunjang belajar.
Menjadi anggota
perpustakaan, suatu keharusan. Tanpa kartu anggota, mana mungkin bisa pinjam
buku, bahkan saya menjadi anggota Perpustakaan Hatta yang beralamat di Jl.
Adisucipto, Yogyakarta. Benar sekali, perpustakaan ini menghimpun koleksi buku milik
Bung Hatta (si pendamping Bung Karno sebagai dwitunggal proklamator kemerdekaan).
Apa daya, seiring waktu berjalan, ongkos meragati perpustakaan ini
terbatas, terpaksa akhirnya ditutup dan buku-buku koleksi Bung Hatta itu dititipkan di perpustakaan
Universitas Gadjah Mada. Namun, kabarnya tidak terurus juga. Hanya dionggokkan
di suatu ruang. Ada sebagian koleksi itu rusak dimakan rayap. Alhasil, nasib buku-buku itu mengenaskan.
Komentar
Posting Komentar