Langsung ke konten utama

Tour Sumatra

Istri baru pulang subuh tadi sehabis jalan-jalan ikut rombongan para pensiunan 'tour sumatra' selama 12 hari. Luar biasa, umrah saja cukup 9 hari, ini menjelajah daratan pulau sumatra melampauinya. Sungguh nikmat Tuhan Allah SWT mereka rasakan.

Benar, "maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan" tanya Allah SWT di dalam Surah Ar-Rahman yang diulang 13 kali. Pertanyaan retoris itu ditujukan kepada manusia (dan jin) yang telah banyak diberikan nikmat oleh Tuhan napa kok masih ingkar.

Kopi Gayo

Niscayalah semua ibu-ibu (dan sejumlah bapak) yang tour itu begitu bersyukur atas kenikmatan yang telah Allah SWT anugerahkan. Terutama nikmat sehat dan waktu luang, dua bentuk kenikmatan yang acapkali lalai disyukuri menungso, tahunya hanya menikmati.

Tidak semua ibu-ibu itu pensiunan, ada yang masih aktif sebagai pegawai negeri, tetapi karena musim liburan sekolah mereka aji mumpung menikmatinya untuk jalan-jalan menghibur diri, meluruhkan stres, membasuh kepenatan berpikir agar hati jadi happy.

Buah markisa Brastagi, rasanya manis

Seperti yang sudah saya tulis di blog (pada post blog tanggal 5 Mei) "Kenapa Teman Baik itu Penting", ya, karena akan lebih banyak untung yang kita peroleh daripada ruginya. Tentulah teman yang sehati, yang lebih merupakan besti. Dibentuk dalam waktu lama.

Salah satu untungnya, ya, diajak bergabung dengan komunitas jalan-jalan begini. Cara yang mudah (dan murah) untuk bisa sejauh mungkin pergi ke tempat yang akan berat di ongkos bila dijalani sendiri. Belum tentu berani juga. Bersama rombongan lebih aman.

Dari ujung atas pulau sumatra, rombongan tour ini bisa kenal Sabang yang merupakan titik 0 di ujung Barat kepulauan Indonesia. Bisa pula ke masjid Raya Baiturrahman yang selamat dari air bah saat tsunami Aceh, 26 Desember 2004 yang dahsyat luar biasa.

Lantas, sebagaimana kegaliban emak-emak hebring yang hobi belanja, tentulah memuaskan kesenangan tersebut. Istri membelikan kopiah Aceh buat saya, dan kopi Gayo jelas tak ketinggalan buat ngopi pagi berdua sambil nyamil tabut dan pisgor. Asyoi woi....

Ada orang mengatakan "bahagia itu sederhana." Banyak juga yang menuliskannya sebagai kapsi (caption) foto. Ada juga yang beranggapan "bahagia tak bisa dibeli." Ah, kata siapa. Kalau bokek (buntu) apa iya tetap bisa bahagia? Niscaya mustahil kan?

Tentu saja yang beduit yang lebih bisa (mudah) merasa bahagia. Artinya, bahagia kudu dibeli, kudu punya ragat untuk mendapatkannya. Tidak mutlak, pengertian "sederhana" untuk bahagia sifatnya personal. Tiap orang punya ukuran sendiri-sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...